RSS

PERCOBAAN 4 KELARUTAN ZAT PADAT DALAM CAIRAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

4.1 PENDAHULUAN

4.1.1 Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat dan menghitung panas pelarutannya.

4.1.2 Latar Belakang
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Apabila suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kelarutannya juga akan berubah. Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh dan lewat jenuh. Larutan dikatakan jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh. Dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain, dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur dan sedikit tekanan.
Pengaruh suhu terhadap kelarutan dapat dilihat pada peristiwa sederhana yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yaitu kelarutan gula dalam air. Gula yang dilarutkan ke dalam air panas, dan satu lagi ke dalam air dingin, maka gula akan lebih cepat larut pada air panas karena semakin besar suhu semakin besar pula kelarutannya. Aplikasi kelarutan dalam dunia industri adalah pada pembuatan reaktor kimia, pada proses pemisahan dengan cara pengkristalan integral, selain itu juga dapat digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses pembuatan granul-granul pada industri baja. Oleh karena aplikasi kelarutan yang bermanfaat dan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan maka praktikum kelarutan zat padat dalam cairan perlu dilakukan.

4.2 DASAR TEORI

Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Cara menentukan kelarutan suatu zat adalah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian menimbang zat yang akan dilarutkan misalnya 5 gram. Jumlah zat yang dilarutkan harus dapat diperkirakan agar dapat membentuk larutan lewat jenuh yang ditandai dengan masih terdapatnya zat yang tidak dapat larut. Setelah dicampur, dikocok dan didiamkan sampai terbentuk kesetimbangan zat yang tidak larut dengan zat yang larut. Kemudian padatan yang tidak larut disaring, dikeringkan dan ditimbang, misalnya didapat 1,5 gram. Larutan yang telah disaring itu mengandung (5-1,5) gram : 3,5 gram/liter, dan dapat dinyatakan dalam mol/liter dengan mencari molnya terlebih dulu (Syukri, 1999:360).
Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat jenuh. Zat yang dapat membentuk larutan jenuh, misalnnya natrium tiosulfat (Sukardjo, 1989:141-142).
Kelarutan zat padat dalam cairan ditentukan bukan hanya oleh gaya antar molekul diantara zat terlarut dan pelarut tetapi juga oleh titik lebur dan entalpi peleburan zat terlarut sebagai contoh, hidromatik pada 25ºC, pada suhu 25ºC hidrokarbon aromatik padat fenantrena sangat mudah larut dalam benzena, kelarutan 20,7 persen mol. Kebalikannya, hidrokarbon aromatik padat antrasena, sebuah isomer fenantrena, hanya bisa larut sedikit dalam benzena 25ºC, kelarutannya 0,81 persen mol. Untuk kedua zat terlarut dan benzena pada hakikatnya identik. Walaupun demikian, titik-titik lebur kedua zat terlarut sangat berbeda, fenantrena meleleh pada 100ºC sedangkan antrasena pada 217ºC. Secara umum, dapat diperlihatkan bahwa apabila faktor-faktor lain dibuat konstan, zat terlarut dengan titik lebur lebih tinggi memiliki kelarutan lebih rendah. Demikian pula, bila faktor-faktor lain dibuat lebih konstan, zat terlarut dengan entalpi peleburan lebih tinggi memiliki kelarutan lebih rendah (Reid, 1990:373).
Suatu larutan lewat jenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan karena proses pelarutan bersifat endotermik. Akan tetapi ada zat yang sebaliknya yaitu kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhunya diturunkan yang disebut eksotermik seperti C2(SO4). Pengaruh kenaikkan suhu pada kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Walaupun suhu suatu zat bisa larut dalam pelarut cair, tetapi jumlah yang dapat larut selalu terbatas. Batas-batas tersebut disebut kelarutan (Syukri, 1999:52).
Dalam kesetimbangan kelarutan zat padat dalam cairan, kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap. Artinya konsentrasi-konsentrasi suatu zat dalam suatu larutan akan selalu tetap ada. Jika suatu kesetimbangan terganggu, misalnya dengan berubahnya temperatur, maka konsentrasi larutan akan berubah. Hal ini dapat dinyatakan dengan hukum Van’t Hoff sebagai berikut:
………………………….(4.1)
diintegralkan
…………….(4.2)
Dimana: S1 = Kelarutan zat tiap-tiap temperatur (T1)
S2 = Kelarutan zat tiap-tiap temperatur (T2)
∆H = Panas pelarutan
R = Konstanta gas umum
Umumnya panas pelarutan adalah positif, sehingga menurut Van’t Hoff, makin tinggi temperatur, maka makin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat yang panas pelarutannya negatif, makin tinggi temperatur, makin berkurang zat yang dapat larut (Dogra, 1984:170).
Berdasarkan keadaan fasa zat setelah bercampur, maka campuran ada yang homogen dan heterogen. Campuran homogen ialah campuran yang membentuk satu fasa, yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Campuran homogen lebih umum disebut larutan. Contohnya air gula dan alkohol dalam air. Sedangkan campuran heterogen adalah campuran yang mengandung dua fasa atau lebih. Contohnya air susu dan air kopi (Syukri, 1999:193).
Apabila zat terlarut dilarutkan dalam pelarut kalor dapat diserap atau dilepas, secara umum kalor reaksi bergantung pada konsentrasi larutan akhir. Kalor pelarutan integral adalah perubahan entalpi untuk larutan dari 1 mol zat terlarut dalam n mol pelarut. Bila zat terlarut yang dilarutkan dalam pelarut yang secara kimia sama dan tidak ada komplikasi mengenai ionisasi atau solvasi. Kalor pelarutan dapat hampir sama dengan kalor pelelehan zat terlarut. Dapat dikatakan bahwa kalor selalu diadsorbsi dalam mengatasi tarikan antara molekul atau ion dari zat terlarut yang padat apabila zat terlarut dilarutkan. Untuk larutan encer didapatkan bahwa kalor reaksi basa kuat dengan asam kuat tidak tergantung pada sifat asam dan basa. Ketetapan dari netralisasi kalor ini adalah hasil ionisasi sempurna dari asam dan basa kuat dan garam yang terbentuk pada netralisasi antara larutan encer dari asam kuat ditambah larutan basa kuat
(Alberty, 1992:112).
Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kelarutan zat padat adalah temperatur, sifat dari pelarut , dan juga kehadiran ion-ion lainnya dalam larutan tersebut. Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu sama lain. Kebanyakkan garam-garam anorganik lebih dapat larut dalam air daripada dalam larutan-larutan organik. Air mempunyai momen dipol besar dan ditarik ke kation dan anion untuk membentuk ion-ion hidrat. Semua ion tanpa diragukan lagi terhidrasi pada suhu tingkat dalam larutan air, dan energi yang dilepaskan oleh interaksi ion-ion dengan pelarut mengatasi gaya tarik-menarik yang cenderung untuk menahan ion-ion dalam kristal tidak mempunyai gaya yang cukup besar bagi pelarut-pelarut organik, untuk itu kelarutannya biasanya kecil daripada dalam air (Underwood, 1999:89).
Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu sama lain. Perbedaan itu dapat dipakai untuk memisahkan campuran dua zat atau lebih dengan cara kristalisasi bertingkat. Contohnya memisahkan KNO3 dengan KBr. Kelarutan KNO¬3 sangat terpengaruh dengan kenaikan suhu, sedang KBr kecil sekali. Jika campuran ini dimasukkan dalam air panas, maka kelarutan KNO3 lebih besar daripada KBr sehingga KBr lebih banyak mengkristal pada suhu tinggi dan KBr dapat dipisahkan dengan menyaring dalam keadaan panas (Syukri, 1999:360).
Perubahan kelarutan pada suhu sangatlah erat hubungannya dengan panas yang dilepaskan bila solute melarut untuk menghasilkan larutan jenuh dan dapat ditulis sebagai panas yang menyertai selama suatu proses
Gas = larutan (l) larutan(q) + panas
Pada kesetimbangan macam ini kenaikan suhu akan mengeluarkan gas dari larutannya, sebab pergerakan ke kanan adalah endoterm. Karena itu kelarutan gas dalam cairan akan berkurang bila suhu dinaikkan (Brady, 1992:193).
Banyaknya senyawa organik yang sebenarnya tidak dapat larut dalam air, dan mereka semua mempunyai kelarutan yang terhingga betapapun kecilnya. Tetapan hasil kali kelarutan (Ksp), merupakan suatu ukuran kelarutan dari senyawa yang sedikit dapat larut seperti itu. Untuk dua garam apa saja dengan angka banding stoikiometri dari kation dan anion yang sama, garam yang tetapan hasil kelarutannya lebih rendah akan kurang dapat larut dalam air murni. Namun kelarutan relatif senyawaan dapat sangat diubah lewat pengaruh ion sekutu (Keenan, 1992: 154)

4.3 METODOLOGI PERCOBAAN

4.3.1 Alat dan Deskripsi Alat

Percobaan ini menggunakan alat-alat antara lain termometer, buret 50 mL, pengaduk, erlenmeyer 50 mL, gelas piala (2000 mL dan 200 mL), botol semprot, gelas arloji, neraca analitik, pipet tetes, pipet volume 10 mL, propipet dan corong.

Deskirpsi Alat :


Gambar 4.1 Rangkaian Alat Titrasi

4.3.2 Bahan
Percobaan ini menggunakan bahan-bahan antara lain asam oksalat (H2C2O4), larutan NaOH 0,5 N, indikator methyl merah, garam dapur, es batu dan aquadest.

4.3.3 Prosedur Percobaan
1. Melarutkan kristal asam oksalat yang telah ditimbang sebanyak 4 gram dalam 100 mL aquadest pada suhu kamar.
2. Mengambil larutan sebanyak 10 mL dan memasukkan ke dalam erlenmeyer. Suhu larutan bervariasi 30oC, 25oC, 20oC, 15oC, 10oC, 5oC, 0oC.
3. Memanaskan larutan di atas air hangat untuk larutan pada suhu 30ºC.
4. Untuk menurunkan suhu larutan gelas piala berisi larutan dimasukkan ke dalam gelas piala 2000 mL yang berisi es batu dan garam dapur.
5. Meneteskan 3 tetes indikator methyl merah pada larutan dengan suhu 30ºC dan menitrasinya dengan NaOH 0,5 N. Mencatat volume titrasi.
6. Mengulangi percobaan untuk setiap penurunan suhu 5ºC dan menghentikan percobaan setelah mencapai suhu 0ºC.

4.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan
No Temperatur (ºC) V NaOH (mL)
1
2
3
4
5
6
7 30
25
20
15
10
5
0 14,9
13,8
12,4
12
11,8
12,1
11,5

Tabel 4.2 Hail Perhitungan Kelarutan H2C2O4 dalam aquadest
No T
(ºK) Volume titrasi
(mL) 1/T (ºK-1) S
(gmol/ 1000g) Log S ∆G
(J/mol)
1
2
3
4
5
6
7 303,15
298,15
293,15
288,15
283,15
278,15
273,15 14,9
13,8
12,4
12
11,8
12,1
11,5 0,00329
0,00335
0,00341
0,00347
0,00353
0,00359
0,00366 0,745
0,690
0,620
0,600
0,590
0,605
0,575 -0,17284
-0,16115
-0,20760
-0,22184
-0,22914
-0,21824
0,24033 -7.177,93177
-7.146,54602
-7.115,16067
-7.083,77532
-7.052,38997
-7.021,00462
-6.989,61927

4.4.2 Pembahasan
Percobaan ini menggunakan larutan asam oksalat dengan cara melarutkan kristal asam oksalat dengan akuades. Pada saat melarutkan kristal asam oksalat, permukaan gelas menjadi terasa dingin, berarti proses yang terjadi adalah proses endoterm dimana kristal asam oksalat melepaskan kalornya terhadap akuades dan akuades menerima kalor dari asam oksalat tersebut.
Kelarutan asam oksalat pada akuades dipengaruhi oleh suhu, karena itu pada percobaan ini menggunakan variasi suhu, yaitu pada suhu 30oC, 25oC, 20oC, 15oC, 10oC, 5oC, 0oC. untuk menurunkan suhu larutan, gelas piala yang berisi larutan diletakkan di dalam wadah berisi es batu yang ditaburi garam. Fungsi penaburan garam pada es batu adalah untuk menjaga suhu disekitar dan memperlambat proses pencairan es batu. Dari percobaan dapat dilihat bahwa semakin turun suhu larutan, maka akan semakin banyak endapan asam oksalat di dasar gelas piala. Hal ini dikarenakan kelarutan zat padat dalam cairan akan berkurang jika suhu turun. Hal ini dikarenakan jika suhu tinggi, kerapatan antar molekul asam oksalat akan berkurang, sehingga molekul akuade akan lebih mudah untuk menarik molekul asam oksalat. Kristal asam oksalat memiliki kelarutan yang tinggi seiring dengan kenaikan suhu.
Untuk mengetahui konsentrasi asam oksalat pada masing-masing suhu, larutan asam oksalat ditambahkan indikator metil merah. Penambahan indikator ini bertujuan untuk mengetahui titik ekuivalen dari larutan asam oksalat. Indikator metil merah memiliki trayek pH 4,2-6,3 dan berwarna merah pada suasana asam dan berwana kuning pada suasana basa. Titran yang digunakan adalah NaOH 0,5 N. Reaksi yang terjadi pada saat titrasi adalah sebagai berikut :
H2C2O4.2H2O(aq) + 2NaOH (aq) Na2C2O4 (aq) + 4H2O(aq)
Titik ekuivalen dicapai ketika warna larutan yang semula berwarna pink berubah menjadi kekuningan, yaitu pada saat jumlah mol terlarut sama dengan jumlah mol pelarut.
Dari perhitungan diperoleh nilai S pada suhu 30oC, 25oC, 20oC, 15oC, 10oC, 5oC, 0oC berturut-turut adalah sebagai berikut, 0,745 gmol/ 1000g; 0,690 gmol/ 1000g; 0,620 gmol/ 1000g; 0,600 gmol/ 1000g; 0,590 gmol/ 1000g; 0,605 gmol/ 1000g; 0,575 gmol/ 1000g. Semakin tinggi suhu, nilai S juga semakin besar, hal ini menandakan bahwa seiring dengan kenaikan suhu maka kelautannya juga semakin besar (reaksi endoterm). Untuk nilai perubahan entropi (∆S) sebesar 6,27707 J/mol.K . Perubahan entropi (∆S) positif menandakan bahwa entropi mengalami penaikan. Artinya molekul asam oksala dalam akuades dan molekul asam oksalat pada saat titrasi teratur.
Dari hasil perhitungan dapat dibuat grafik panas pelarutan (∆H) asam oksalat dengan hubungan antara log S dan 1/T.

Gambar 4.2 Hubungan antara log S dan 1/T

Dari gambar 4.2 didapatkan persamaan y = -275,5x + 0,755 yang merupakan bentuk persamaan garis lurus yang terdiri dari slope dan intersep. Dari percobaan ini slope yang didapat negatif yang berarti panas pelarutan (∆H) yang dihasilkan juga negatif. Hal ini sesuai dengan teori bahwa (∆H) untuk proses penetralan asam- basa (titrasi) bernilai negatif, karena asam oksalat akan melepas panas (eksoterm) saat bereaksi dengan NaOH. ∆H yang didapatkan sebesar
-5.275,0376 J/K.mol.
Nilai energi bebas Gibbs (∆G) untuk masing-masing suhu pelarutan dari suhu 303,15oK sampai 273,15 oK berturut-turut adalah -7.177,93177 J/mol; -7.146,54602 J/mol; -7.115,16067 J/mol; -7.083,77532 J/mol; -7.052,38997 J/mol; -7.021,00462 J/mol; -6.989,61927 J/mol. Energi bebas Gibbs (∆G) yang didapatkan berbeda pada tiap suhu, hal tersebut menunjukkan bahwa energi bebas dipengaruhi oleh suhu. Semakin rendah suhu maka akan semakin sulit reaksi berlangsung sehingga besar energi bebas Gibbs yang dihasilkan kecil. Sedangkan pada suhu tinggi reaksi akan berlangsung dengan cepat sehingga besar energi Gibbs yang dihasilkan juga besar. Dari percobaan, diperoleh besar energi bebas Gibbs yang dihasilkan bernilai negatif artinya reaksi berlangsung spontan.
Berdasarkan grafik, terlihat bahwa nilai 1/T memberikan pengaruh pada nilai log S. Pada grafik kenaikan nilai 1/T menyebakan penurunan pada nilai log S. Akan tetapi, pada suhu 5oC kenaikan nilai 1/T justru mengakibatkan kenaikan pada log S. Hal ini dikarenakan saat pengamatan suhu, suhu saat titrasi berubah tidak sama dengan suhu saat pengukuran suhu karena larutan yang sudah diambil pada suhu 5oC terbiarkan sebelum dititrasi tanpa mempertahankan suhunya.

4.5 PENUTUP

4.5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Kelarutan berbanding lurus dengan suhu. Semakin banyak kristal asam oksalat yang dilarutkan maka suhunya semakin tinggi.
2. Nilai S untuk larutan pada suhu 30oC, 25oC, 20oC, 15oC, 10oC, 5oC, 0oC berturut-turut adalah 0,745 gmol/ 1000g; 0,690 gmol/ 1000g; 0,620 gmol/ 1000g; 0,600 gmol/ 1000g; 0,590 gmol/ 1000g; 0,605 gmol/ 1000g; 0,575 gmol/ 1000g.
3. Nilai energi bebas Gibbs (∆G) untuk suhu pelarutan dari suhu 303,15oK sampai 273,15 oK berturut-turut adalah -7.177,93177 J/mol; -7.146,54602 J/mol; -7.115,16067 J/mol; -7.083,77532 J/mol; -7.052,38997 J/mol; -7.021,00462 J/mol; -6.989,61927 J/mol.
4. Pada percobaan ini didapat nilai ∆S sebesar 6,27707 J/K.mol. ∆S positif menunjukkan molekul asam oksalat dalam akuades dan pada saat titrasi teratur.
5. Pada percobaan ini reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm, dimana panas pelarutan (∆H) didapat sebesar -5.275,0376 J/K.mol.

4.5.2 Saran
Saran untuk percobaan ini adalah agar praktikan bisa lebih teliti dalam membaca suhu dan lebih teliti saat menentukan titik ekuivalen, sehingga dapat menentukan volume titrasi dengan tepat.


semoga manfaat

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Jadilah SaMoNa (Sahabat Mom Anna)