RSS

MAKALAH AGAMA ISLAM - KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB IPENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Perbedaan adalah hal yang nyata bagi tiap individu. Entah itu suku, ras, dan bangsa. Namun, perbedaan yang kiranya sangat kental adalah perbedaan agama. Terkadang si A merasa lebih baik dari si B, dan begitu juga sebaliknya. Si B tidak suka dengan agama yang dianut si A. Hal ini, jika diteruskan dengan lisan dari kedua belah pihak, maka akan terjadi perkelahian melibatkan agama.
Itulah kenapa kita diharuskan belajar akidah dan akhlak. Kerena ini menyangkut hidup bertetangga yang kemana pun, kita bertemu dengan tiap insan, bukan hanya kaum muslim, tapi juga semua umat. Tanpa adanya akidah dan akhlak yang benar, maka akan tak jarang perkelahian diakibatkan oleh agama. Inilah yang dimana kita harus menjalin baik kerukunan antar umat beragama.

b. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada latar belakang, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk bagaimana akhirnya terjalin kerukunan antar umat beragama. Cukup perang antar agama yang terjadi di jaman dulu saja. Karena sekarang, yang notabene berbeda dengan jaman dulu, setidaknya bisa untuk saling ramah dan toleransi pada yang berbeda agama. Ini bukan sekedar menjaga nama baik agama yang kita anut, tapi terlebih menjadi individual yang manusiawi diantara manusia lainnya.


BAB II KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

a. Manusia sebagai Individu

Penciptaan manusia telah ditetapkan dalam QS. Al baqarah ayat 30. Yang artinya: “Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini,” Mereka para malaikat berkata, “mengapa engkau hendak menjadikan khalifah di muka bumi yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji engkau serta menyucikan engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Itulah sebenarnya tujuan dimana manusia diciptakan. Secara fitrah, manusia yang dilahirkan dari siapa saja, berbagai ras, suku, agama, entah melalui pernikahan atau bukan, manusia atau bayi yang dilahirkan itu sifatnya suci dan belum berstatus mubalig. Calon khalifah dunia. Namun semua ini tergantung dari orang tua merekalah yang menentukan siapa mereka kedepannya. Dan sejak manusia terlahir, dalam hatinya akan tumbuh kesadaran bahwa ada Zat yang telah menciptakannya serta wajib disembah kapan dan dimana pun ia berada. Tapi beberapa ada yang telah berstatus islam dari orang tuanya dan ada pula yang tidak karena orang tuanya yang nonmuslim. Sehingga ada beberapa dari mereka yang nonmuslim tersebut meneruskan apa yang diyakini orang tua mereka, tapi ada sebagian yang mendapat pengetahuan atau yang disebut hidayah bagi mereka.

b. Manusia sebagai mahluk sosial
Manusia sesungguhnya tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya manusia lain tanpa sosialisai ataupun hidup bermasyarakat, itulah mengapa manusia disebut mahluk sosial. Sejatinya semua berhubungan satu dan lainnya. Seperti masalah jual beli, silahturahmi, hingga akhirnya penyelenggaraan jenazah. Kita tidak mungkin melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain.

c. Kerukunan antar umat beragama
Kita sadari hidup di dunia ini tidak hanya sebatas kumpulan muslim atau umat islam saja. Tetapi dari berbagai umat yang ada. Meski mereka tidak seperti keluarga, atau yang biasa disebut dengan saudara semuslim, tapi paling tidak kita tahu bahwa kita adalah sesama manusia. Bedanya, kita telah diberi hidayah (yang Alhamdulillah harus kita syukuri) sedangkan beberapa diantara mereka ada yang belum.
Inilah kita sebagai sesama manusia hendaknya saling hormat dan sopan pada siapa pun tanpa memandang suku, agama, dan ras. Perlu adanya sikap toleransi antar umat beragama. Kebanyakan umat islam banyak yang kiranya salah paham terhadap apa yang dimaksud dengan toleransi antar umat beragama. Yang dimaksud toleransi adalah dimana kita ramah pada mereka entah dengan siapa kepercayaan mereka terhadap yang mereka sembah. Bukan toleransi dalam hal keimanan dan peribadahan. Karena hal ini justru kita tidak diperbolehkan. Kita hanya dianjurkan untuk bersikap hormat dan santun pada siapapun tanpa memandang apa agama mereka, suku mereka, ataupun ras mereka.
Tak perlu jauh-jauh, di Negara tercinta kita Indonesia yang memberikan kebebasan untuk memiliki kepercayaan terhadap agama yang tiap individu pilih nantinya secara sah yang terdapat pada UUD pasal 29 ayat 1. Oleh karenanya, kita dianjurkan untuk bersosialisasi terhadap mereka sebagai wujud dari hidup bermasyarakat. Jika kita sopan terhadap mereka, maka mereka pun segan pada kita.
Intinya adalah bahwa kita sebisa mungkin tidak menyinggung apa yang menjadi kepercayaan mereka. Jikalau ternyata mereka yang tidak bisa menjaga jalinan kerukunan antar umat beragama, maka hendaknya kita tidak untuk kembali membalas untuk memutuskan jalinan itu. Kita anggap saja bahwa mereka yang seperti itu adalah mereka yang belum bisa bersosialisasi.


BAB III PENUTUP

Dari pembahasan tersebut, bisa disimpulkan bahwasanya pentingnya hidup bersosialisasi tanpa memendang apa agamanya. Kita dituntut untuk bersikap hormat dan ramah pada siapa pun. Saya berharap agar hidup bermasyarakat di sekitar kita tetap terjaga dengan baik tanpa peperangan ataupun saling cela.
Saran dari saya, hendaknya kita menjalin kerukunan antar umat beragama ini dengan dimulai dari diri sendiri, intropeksi bila ternyata hal ini belum kita terapkan dalam kehidupan nyata. Inshaallah akan baik manfaat bila damai selalu kita bawa dimanapun kita bereda dan dengan siapa pun kita bertemu nantinya.


DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri. 2006. Pendidikan agama islam untuk kelas xii. Jakarta: Erlangga.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Jadilah SaMoNa (Sahabat Mom Anna)