RSS

Welcome to the Visitors of this Blog

Sekali lagi terima kasih atas kunjungannya...!!!

Semoga anda yang mengunjungi blog ini bukanlah termasuk golongan yang nyasar atau hanya iseng lewat, tapi benar-benar memang membaca dan mendapatkan manfaat dari tulisan saya yang di-posting pada blog ini. Aamin...

Ini merupakan page khusus bagi Pengunjung. Apabila berkenan silahkan memberi komentar agar saya dapat me-follow blog anda serta bertukar link dan sharing pendapat. Paling tidak, silahkan meninggalkan jejak kunjungannya di blog ini, biar jadi kenang-kenangan *gak nyambung*

Btw gambarnya salaman, tapi salaman khusus laki-laki sama laki-laki dan perempuan sama perempuan. Gitu aja oke?

Kalau mau kenalan, klik ini

Jika ingin tahu tentang saya, silahkan membaca About Me atau Me and Blog

Selamat beraktifitas... Keep Blogging...

semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Hubungan antara Saya dan Blog ini

Siapa sebenarnya Anda dan Si Blog? Ada hubungan apa sih ini?
Baiklah, silahkan lakukan interview pada saya...



1. Siapa nama Anda?
Choir Muizliana, ST
Maaf, nama saya masih belum ada title nya ya. Belum jadi Sarjana Tauhid.


2. Hah? Anda itu laki-laki atau perempuan?
Selamat, ini adalah pertanyaan yang kesekian ratus sampai saya bosan.
Jangan kaget ya, saya adalah...
Perempuan. YA! WANITA. bukan laki laki. Sekian dan terima kasih....


3. Anda yakin? Tapi kok namanya (maaf) seperti bukan nama perempuan ya??
Ya Alloh... Apa itu masalah?
Kalau tidak percaya silahkan kemari dan kita berkenalan. Kalau mau bisa lihat Kartu Perpus andalan saya yang di upgrede 3 tahun sekali dari saya jaman SMP ampe mahasiswi begini!
Yang pasti saya Cuman Manusia biasa. Bukan artis atau konglomerat, bukan orang genius apalagi orang hebat, bukan priyai maupun bangsawan, bukan kamu ataupun dia. Thats all. Gitu aja ya!


4. Mengapa nama-nya CM? Terus Anna Al Choirunnisa itu siapa ya? 2010 postingan author (penulisnya) itu Bukan CM.
Masih ngomongin nama?
Astagfirullohhh...
#mencobasabar
#hffttt
. Bismillah, saya mencoba untuk menjelaskan sedikit di sini. Sebetulnya choir itu diambil dari bahasa arab "khoirun" yang artinya baik/benar, tergantung konteksnya sih. Mungkin karena saya adalah WANITA, makanya beliau merubah yang harusnya khoiro menjadi Choir. Atau mungkin terisnpirasi dengan dari Cho Cang di novel Harry Potter. WKWKWKW. Becanda ya, syirik banget percaya sihir, just for fun. Saya intovert sejak lahir, jadi please ya, kalau Anna Al Choirunnisa itu adalah nama pena saya. Terinspirasi dari seorang tokoh novel bernama Anna Al Tofhunnisa, di Novel best seller 2010 yang berjudul "Ketika Cinta Bertasbih" karya Penulis ternama Habiburrahman El Shirazy, yang difilmkan! Dan mengapa saya terinsipari dari itu? Karena saya pengen melanjutkan sekolah ke Universitas Al Azzar CAiro, pengen ketemu Azzam. Dan kalau dapat restu dari ortu, saya pengen cari beasiswa. Tapi apalah daya, tanpa mahrom akan sulit untuk berada di sana sendirian. Lah kok malah curcol.

Anyway... sering saya dipanggil dengan Anna. Terkadang juga Cho, Choi, Naa Choir, Ir. Tapi terkadang masih ada yang dengan serius atau bercanda memanggil saya ca-iro, saking saya pengen sekolah di sana. Duh, saya jadi syediiiih.
Dan juga ad...


Cukup. Jangan di-lanjutkan lagi curhat- colongannya. Next question...
5. Who are you? Are you that famous? Kenapa harus pakai nama pena dulu itu?


Arggggghhhh....
#tulisandipotong
#pengenmarahrasanya
#sabarsabaaaarr

Saya ini cuma hobi nulis, mengetik 10 jari. Sedang mengabdikan diri dan belajar jadi seorang Chemical Engineer CHalon maYit RAhimallah yang masih bertahan di DUNIA Nyata hingga kontrak berakhir. Sebagai INFP yang mediator, artinya penengah. Berada di tengah yakan, netral. Karena dominan banyak terjadi pertikaian atar umat manusia.PADAHAL SEMUA MANUSIA ITU PUNYA SISI BAIK DAN BURUK, lantas kenapa kita ragu? Kenapa ada pertikaian? Konflik oh kenapa berantem sih.Karena CM, saya itu Cinta MEndamaikan (CM). yagasih? MAkanya kalau ada yang berani nge-ghibah, saya akan jadi penengah supaya ghibah nya jadi instrokpeksi. But, itu cuma antara dia dan kamu, kalau antara aku dan dia, sulit! Seperti laksana sebuah BOM waktu, walau sudah berusaha netral, kalau dibuat kecewa, ternyata sabar ini masih setipis tisue, hingga saya akan segera gercep menghindari toxic people untuk muhasabah!


Hmmm... Nanya apalagi ya...
6. Adakah info tentang anda selain yang sudah ditanyakan sebelumnya?

Silahkan cek akun instagram saya @muizliana ya! Biar engga kepo nanya mulu. #sebgajajawabpendek
#traumabanget
#takutdipotong


Well, itu seputar anda di lapak lain, kita kan bicara blogger, bukan yang sana.
6. Bagaimana dengan Blog ini? Siapakah dia?

Bukan siapa, tapi APA. SIAPA itu mengatakan benda hidup(abiotik), sedangkan APA itu untuk benda tak hidup(abiotik). Gue bukan robot keles! Yakali robot jaman ini bisa ngetik tulisan, engga tau deh nanti 20 tahun ke depan gimana, kayaknya mungkin berbeda dengan jaman ini, entah mau dibawa kemana blog ini jadinya, ikuti saja dulu alurnya.
#yessssshoreeee
#balasdendam
#interupsibales


Oh, okelah kalau begitu.
7. APA ITU FUNGSI BLOG ANDA?

Hmmmm... Blog (blogspot) saya ini adalah wadah untuk menyalurkan serangkaian frasa dan sajak saya dalam bentuk tulisan. Supaya bisa tersimpan, semoga jadi manfaat sebelum kematian menjemput. Powered by Blogger.
Fungsinya adalah bertujuan untuk media penyampaian dalam bentuk tertulis, baik itu sengaja maupun khilaf tidak sengaja. Apapun tulisannya, yang penting bisa diminum maknanya. Seperti yang saya bilang, saya mediator, penghubung antara jiwa saya dan Blog in agar terkoneksi, sehingga hubungan antara CM dan blog ini adalah hubungan dunia akhirat, dunia (bisnis, ujung-ujungnya pengen ADS), kalau akhirat ya sharing ilmu agama, tapi nanti insyaAllah kalau sudah lulus kuliah! hehehe


8. Bagaimana dengan Alamat blog-nya?
Alamatnya saat ini menggunakan nama domain muizliana.blogspot.com yang artinya adalah nama belakang, yang saat ini belum ada artinya. Cuman kalau sudah kelar penelitian dan bikin e-journal, insyaAllah nama bekang saya akan jadi daftar pustaka di skripsi atau hournal dan karya ilmiyah adek-adek tingkat, aamin
ya itu tadi nama belakang saya saya kan. ga usah dijelaskan artinya apa ya, karena sejujurnya alamat blog ini berkali-kali ganti, dulu diawal pakai nama "soal ilmu" jadi "choalilmu89" hehe alay yakan


9. Bisa jelaskan apa maksud dari Judul blog Anda?
Itu ENGLISH, kalau tidak paham maksudnya, bisa buka kamus online. Tapi kalau benar-benar paham ENGLISH, tidak akan pernah ada pertanyaan seperti ini. Hmmmm...


10. Jadi Anda jago ENGLISH, ya?
Maaf saya tidak bisa menjawab pertanyaan nomer 10. Soalnya belum makan malam...


11. Isi tulisan Anda di blog ini apa saja sih?
Macam-macam, nano nano, dari yang ngawur sampai yang serius, yang fiktip maupun nyata, yang genius sampai terlihat usil. DAn Untuk mem-perbaiki jati diri saya, saya akan memanggil diri saya di masa depan untuk hadir dan membuat keputusan, karena dari segala cerita tentang Time Travelers, hanya ini yang saya percaya, bahwa kita bisa jadikan diri kita menjelajah dimensi waktu kenangan kita! Please mbak yaaa! Lanjutkan blog ini dengan kebaikan.. saya adikmu Nana di masa lalu ini akan membuat minimal tulisan blog ini dibaca hingga 1jt viewers ya! Tungguin! Paling tidak saya akan usahakan sebelum skripsian rutin posting, semoga kelak kamu ingat ini ya mbak! Ini portingan 2011, kalau kamu baca ini tahun berapa, segera lanjutkan! Udah banyak debu!




12. Kesan dan Pesan Anda untuk Pembaca blog?
Pesan saya adalah, sering-sering mampir dan beri komentar di blog ini. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan Terima kasih karena anda berminat membaca tulisan saya. Tanpa komentar kalian, tidak akan pernah ada perkembangan dari tulisan ini.


Kalau ingin berkenalan, silahkan ikuti prosedur: klik di sini
NB: untuk yang daritadi interview dengan total 12 pertanyaan dengan bentuk tulisan bold, maka silahkan segera meninggalkan blog ini, karena saya sedang sibuk. Jadi tidak akan melayani pertanyaan ke-13 dan seterusnya.

Wassallammualaikum...


semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Berawal dari Kesalahpahaman (Part 5)

Lanjutan kisah Berawal dari Kesalahpahaman (Part 4)

“Iya jelas, aku tidak akan pacaran dengan siapa pun. Kamu bisa jadi saksi kalau aku melanggar.” Mindia tersenyum miris, ia brharap semoga Arei bukanlah seperti laki-laki yang suka sembarangan mengajak pacaran. “Tapi…”

“Kenapa?” tannya Fahmi.

“Apa Arei, pernah pacaran?” Mindia menunduk dalam, ia berharap mendengar jawaban “never”
dari mulut Fahmi. Bissmillaah..

“Sebentar aku ingat-ingat dulu. Berapa kali ya…” Mindia kaget, dia mengarah pandangan ke Fahmi, laki-laki itu terlihat serius berpikir. Maksudnya apa ini? Berapa kali? Astagfirulloh… Mindia geleng-geleng kepala dan berharap ini hanya mimpi. “Oh ya, 11 kali.” Fahmi menambahkan.

Naudzubillah, jangankan sebelas kali. Satu kali pun Mindia sudah menganggap buruk laki-laki yang dikaguminya itu. Ia beristigfar mohon ampun, bagaimana mungkin ia menyukai seorang yang sudah sebelas kali berpacaran tersebut. Ada luka yang tajam menggores hati Mindia, ia benar-benar tidak menyangka akan hal itu. “Oh… Begitu…” hanya itu yang mampu ia ucapkan.

“Ya. Sebelas kali Arei ditembak oleh beberapa gadis, tapi ditolak semuanya. Dia tidak pernah pacaran. Dan kamu tahu, Arei tidak akan pernah mau berpacaran. Kalaupun terpaksa harus pacaran, maka besok langsung dinikahinya gadis itu, itu katanya sih.” Hampir saja Mindia meledakkan tangis apabila tidak mendengar kalimat yang terakhir itu dari Fahmi. Ia kembali tersenyum pahit memberikan pernyataan ini.

“Fahmi, kamu kalau ngomong yang jelas. Aku hampir syok... dan juga sempat suudzon, tadi…” ucap Mindia berterus terang. Ia tersenyum lega.

“Hehehe.” Fahmi hanya tertawa hambar. “Oh ya, aku datang bersama dengan Arei ke sini.” Jelas Fahmi.

“Oh ya? Arei ke sini? Di mana dia sekarang?” Mindia memandang ruang tamu yang sangat luas itu. Ia tidak menemukan keberadaan Arei, hanya beberapa pelayan yang berada di ujung pintu.

“Dia sedang menemui Om Fardenan, ayahmu…” jawab Fahmi. “Ia sudah tahu segalanya, tapi
bukan aku yang memberitahu, loh” terang Fahmi segera, takut Mindia menyangka ia yang telah membocorkan rahasia mereka.

“Alhamdulillah… Aku senang dia akhirnya menemui Ayah…” ucap Mindia lega.

“Iya, sepertinya akan akur kembali, aku juga sebenarnya merasa tidak nyaman merahasiakan ini dari Arei, dia terlalu banyak berbuat baik untukku. Tapi aku malah…”

“Maafkan aku, Fahmi. Kalau saja aku tidak merahasiakan hal ini tentu tidak akan selama ini kesalahpahaman tidak berlanjut lama. Aku selama ini hanya berpikir ingin menjelaskan semuanya sendiri pada Fahmi, supaya ia lebih percaya. Tapi…”

“Sudahlah, yang penting sekarang kan semuanya sudah jelas.” Hibur Fahmi. “Oh ya, jadi ingat waktu SMA dulu. Hmmm, di rumah ini juga. Tante selalu saja mengingatkanku supaya Arei jangan sampai naksir dengan wanita lain, karena ia sudah dijodohkan.” Tante adalah panggilannya untuk Nyonya Fardenan.

“Dijodohkan? Dengan siapa?” kembali rasanya hati Mindia retak. Ternyata Arei selama ini…

“Dengan…”

“Fahmi… Hei, aku pinjam Mindia-mu sebentar, boleh?” teriak Arei dari kejauhan sambil berlari pelan.

Mindia dag dig dug. Kenapa Arei harus mengatakan kata ”Mindia-mu” seperti itu, membuat Mindia menjadi sakit mendengarnya. Fahmi hanya mengangguk. “Baik!” ucapnya lirih. Kemudian meninggalkan ruang tamu. Mindia merasa aneh, mengapa Fahmi sama sekali tidak memberikan perlawanan, paling tidak meluruskan kesalahpahaman yang sudah terjadi ini.

“Arei…” Mindia langsung tertunduk. Perasaannya campur aduk, antara senang sekaligus bimbang.

“Aku, benar-benar minta maaf, Ibu baru saja memberiku diari itu.” Ah, diari itu, ada kesalahpahaman di sana tentang mereka, Mindia menjadi galau. “Seandainya aku berusaha untuk mendengarkanmu, pasti tidak akan ada salah paham ini. Mindia.. Maafkan aku…” Kembali Arei tertunduk. Baginya ini merupakan kesalahan terberat. Ia sudah menerima kesalahan Tuan dan Nyonya Fardenan, yang dulu ia panggil Ayah dan Bunda. “Aku tahu, padahal kamu yang berada di posisi terberat, bahkan aku baru saja menyadarinya.”

“Arei… Tidak apa-apa. Aku juga meminta maaf, seandainya aku bisa menyampaikan ini langsung tanpa harus melalui perantara diari itu.” Ah, semua sudah berlalu. Ia sangat ingin segara menjelaskan kesalahpahaman dalam diari itu, supaya tidak muncul kesalahpahaman berikutnya, tapi sulit baginya berkata apa-apa. Lidahnya kelu.

“Terima kasih, Mindia… Tapi aku pun salah karena dulu tidak ingin mendengar apapun darimu. Maaf… Aku terlalu egois.” Arei lega karena semuanya sudah terungkapkan, hanya saja perasaannya yang tidak mungkin ia sampaikan. Sulit dan terasa kurang menyenangkan, karena ia yakin bertepuk sebelah tangan. “Besok… Kamu balik ke Jepang? Ibu yang bilang.” Lanjutnya mengalihkan pembicaraan.

“Oh ya, hanya seminggu. Aku akan wisuda.”

“Wisuda? Bukannya operasi juga?” Tanya Arei menyelidik.

“Bukan, operasi sudah 2 tahun yang lalu. Ibu juga ikut mengantar ke bandara saat itu. Memangnya, kamu tahu darimana?” Arei kaget. Jelas ada kesalahpahaman lagi, ia merasa ibu mengatakan bahwa Mindia akan operasi, tapi ya sudahlah… Ibu cukup bijak mengatakan hal ini, karena apabila beliau hanya bilang wisuda, sudah pasti Arei tidak tergelitik hatinya untuk datang kemari.

“Aku salah dengar mungkin… Syukurlah kalau begitu.” Jawabnya lirih.

“Mungkin kamu juga perlu operasi. Kok bisa salah dengar, hehehe!” Mindia berusaha tersenyum mangajak barcanda, mencairkan suasana hati yang sangat panas terasa.

“Yea… Boleh, deh… Ayo, antar aku ke Jepang… Hehehe.” Sesaat Arei bingung dengan maksud arah pembicaraannya ini. “Oh ya, gimana dengan Mr. D?” tiba-tiba Mindia berhenti tertawa. Keduanya sama-sama gugup. Tuan dan Nyonya Fardenan datang bersamaan dengan Fahmi. “Eh, kami sedang mengobrol, Ayah… Eh, tuan Far…” Arei merasa bingung hendak memanggil apa baiknya orang tua yang sudah merawatnya selama dua puluh tahun ini.

“Arei, kami sampai kapan pun adalah ayah dan ibundamu, tidak akan berubah. Jangan merubah panggilan, nak!” potong Tuan Fardenan.

“Oh ya, Ayah… Kita punya kabar gembira untuk Arei dan Mindia.” Bunda tersenyum sambil melirik Fahmi, memberinya kode.

“Iya, om. Sampaikan kabar gembiranya!” ucap Fahmi sambil tersenyum ramah. Ia sangat gugup akan hal ini, tapi ia rasa ini yang terbaik.

“Oh, iya. Dengarkan baik-baik, sebentar lagi Mindia akan menikah setelah wisuda.” ucap Ayah sambil tersenyum. Mindia tertunduk, perasaannya tidak nyaman.

Arei tersenyum kecut, ia sudah tahu akan hal ini. Pasti Fahmi sudah melamar pada Ayah sesaat ia mengobrol dengan Mindia tadi, ia yakin Fahmi sudah tahu bahwa Mindia menyukainya, dari diari itu. Namun ia harus berusaha tenang, seperti tidak terjadi apa-apa, ia mengucapkan, “Wah.. Selamat ya, Mindi…” namun Mindia hanya tersenyum hambar. Arei sudah pasti panas, namun ia berusaha mancairkan suasana, sambil bercanda, “Tapi masa ngeduluin aku, Yah? Gimana ini. Hmmm…”

“Siapa bilang ngeduluin? Kalian nikah bareng…” Maksudnya? Masih ambigu untuk dimengerti, nikah di hari yang sama, maksudnya? Mindia semakin menunduk, itu bahkan akan memperparah keadaan. Bagaimana mungkin kedua insane yang saling menyukai harus menikah ddi hari yang sama dengan pasangan yang berbeda.

“Bareng gimana, Bun?” Mindia melirik ibunya sekilas. Fahmi mulai menyadari ketidaknyaman di antara mereka berdua ini.

“Loh, kalian berdua ini sudah dijodohkan dari kecil.” Jawab ibunya.

“Apa?” Mindia dan Arei berbarengan menjawab. Ada senyum merekah yang muncul di hati keduanya. Terlebih Arei yang terkejut, antara senang dan bimbang. Mindia tidak dapat menahan malu, jelas langsung berlari menghindar, bersembunyi dibalik dinding, ia tidak mau siapa pun melihat wajahnya yang sangat merah ketika itu.

Arei yang tadinya sangat bahagia mendengar hal itu, mendadak mengerti akan situsasi ini, parginya Mindia merupakan jawaban yang cukup mudah dimengerti bahwa ia menolak perjodohan ini. Arei menatap Fahmi yang iya tahu bahwa Fahmi sedang berusaha untuk tersenyum ramah, berpura-pura tak sakit. Ia pun memberanikan diri untuk mengeluarkan suara, harus ada yang berbicara.

“Maaf Ayah, Bunda… Nareihan bukan bermaksud menolak, tapi Arei tidak bisa menerima perjodohan ini, karena Arei akan melamar gadis yang ingin Arei jadikan istri. Dan mungkin begitu dengan Mindia, ia berhak menyukai seseorang dan orang itu bukan Arei. Maaf Yah, Bunda…” berat rasanya mengucapkan itu, tapi lebih berat lagi menghadapi kenyataan bahwa Mindia lah yang lebih dulu menghindar, sakit rasanaya. Fahmi serasa bersalah, amat bersalah.

Fahmi menatap tajam pada Arei, ia tak menyangka akan seperti itu. Terlebih Tuan dan Nyonya Fardenan hanya saling memandang heran, kenapa bisa menjadi seperti ini. Di sudut sana, Mindia yang sedari tadi mengintip, langsung terduduk lemas. Ia ditolak, dan ia tidak bisa melakukan apapun, ia pasrah dengan dibanjiri air mata. Ia mengira bahwa mungkin Arei memang tidak memiliki perasaan yang sama seperti dirinya.

Hanya Fahmi yang paling tahu detail, kesalahpahaman ini menjadi lebih besar, bumerang derita bagi insan dan keduanya terkena sakit yang amat nyeri. “Om, Tante, Arei, dan juga Mindia… Saya meminta maaf akan hal ini. Saya akan menjelaskan semuanya… Supaya tidak ada salah paham…”
***

10 tahun kemudian

“Hayo,,, lagi mikirin apa, Bi?” Mindia menatap suaminya, sambil mengaduk gula di dalam secangkir teh.

“Eh. Enggak ada, Cuma mikir bagaimana kalau…” Suami itu menatap Mindia tajam. “Ah,
enggak jadi. Eh, mana tehnya, haus nih…” sambil mengambil secangkir teh buatan istrinya.

Tiba-tiba telepon rumah bordering. Mindia pun sigap untuk mengangkat telepon tersebut, kemudian berbicara sebentar. Kemudian wajahnya menjadi cerah, walau obrolan lewat telepon itu sangat singkat. Ia pun kembali ke meja makan mendatangi suaminya. “Tadi sahabat Abi yang nelpon. Dia sama istrinya mau balik ke Indonesia besok, katanya langsung mampir ke rumah.”

“Oh ya, Alhamdulillah… Betah sekali mereka di negeri orang.”

“Iya, untung bukan suami Mindi, ya… Untung aku nikahnya sama Abi, bukan sama dia.” jawab
Mindia bercanda.

“Wah, Umi nakal, ya… Kok gitu sih ngomongnya, cemburu nih Abi jadinya…” suami Mindi tiba-tiba mencubit pipinya.

“Aduh… Abi, sakit ah… Kan Cuma bercanda…” Mindi mengusap pipinya berulang kali.

“Makanya, Umi jangan gitu, lagi…” ucapnya sambil tertawa.

“Abi… Tadi lagi mikirin apa sih?” Tanya Mindia tiba-tiba. “Jangan dipendam gitu ah.
Ingat, jangan sampai ada kesalahpahaman lagi, ya.” Mindia mengingatkan, sambil mengenang masa lalu mereka.

“Hmmm… Abi cuma berpikir, gimana kalau kita nambah satu anak lagi…” canda suaminya sambil mengedipkan sebelah mata.

“Ahhh… Abi kok genit sih…” balas Mindia malu-malu.

“Tuh kan, malah jadi salah paham, masa sama istri sendiri dibilang genit.” Ucapnya sambil menyeruput teh.

“Umi… Raine nakal nih…” teriak si sulung.

“Abi… Deanda jahat nih, nyubit Nina…” teriak si bungsu.

Mindia memandang Nareihan suaminya yang juga memandangnya. Mereka saling pandang
kemudian tertawa lepas bersama.

(The End)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Dia yang kembali ~ Welcome back to my private life

I'm very happy right now.


Why?

Hmmm... Barusan habis dapet info dari temen yang membuatku pengen nangis haru dan loncat-loncat gaje.

Alhamdulillah...
rasa syukur kuucapkan...

Oh ya, penasaran ga nih?

Apa sih infonya??

Hmmm... Kasih tahu ga ya..

Well, its about someone...
Eh salah, maksudnya something!!

Something yang sudah satu setengah tahun lebih aku nantikan kehadirannya, yang aku inginkan sepanjang waktu...

Lebay ahhh...!!!

Siapa yang lebay, ini beneran.. Hehehe

Pokoknya, dia yang aku yakin apabila hadir kembali seperti saat ini, sungguh akan membuatku menjadi lebih baik lagi dari yang kemarin, dia membuatku lebih semangat menjalani aktivitas hidup, dia membuatku untuk berpikir positif... Dan juga membuatku ingat bahwa dia adalah amanah, yang dititipkan untuk wajib kujaga.

Ahhh, romantis yaaa.. Jadi malu..
#pasangwajahunyu

Jadi sebenernya, siapa sih dia ini???

Siapa ya? Penasaran kan??

Wait... Sebelum kuberitahu identitas dia, aku mau mengaku terlebih dahulu...

Dulu, 2 tahun sebelum masehi, okay yang ini memang sedikit lebay.

Maksudku 2 tahun yang silam, dia datang dengan tiba-tiba dan membuatku menjadi salah tingkah.

What? Salah tingkah?

Iyaaaaaa...
Aku tidak menyangka dia akan mendatangiku dengan caranya indah, membuatku sadar aku bisa menjadi yg lebih baik di antara yg terbaik.

And now, dia kembali padaku, meski harus berpisah untuk waktu yang cukup lama, membuatku sedikit ambruk tanpa ada dia... Tapi, tanpanya adalah pengalaman baru, meski terasa sakit karena aku benar-benar kesepian.
Oke, yang ini rada lebay.

Well, dia adalah...

Dia adalah...


Dia adalah...


Dia... Adalah...

BEASISWA

Sekian. Terima kasih.

NB: doakan selalu agar aku dan dia langeng selalu, tak ingin terpisahkan lagi.
Titik.

semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Berawal dari Kesalahpahaman (Part 4)

Lanjutan kisah Berawal dari Kesalahpahaman (Part 3)

Mindia sedang berkumpul dengan keluarga besarnya, yang ini mungkin akan terjadi sekali seumur hidup, jarang mereka berkumpul bersama seperti ini. Ia masih tidak percaya bahkan sedih, mengingat rasa yang nyaman saat ia berkumpul dengan keluarga yang dulu sederhana dan selalu bersama. Rasa kasih sayang pada Ibu Bapaknya kembali terniang, meski kemarin Mindia memang sudah bertemu keduanya untuk melepas rindu.

Arei dan Mindia tertukar dengan sengaja. Ayah Mindia ingin memiliki anak laki-laki agar kelak bisa meneruskan usahanya dan juga silsilah keluarga Fardenan, sedangkan saat itu Ny. Fardenan hanya bisa melahirkan sekali waktu karena saat setelah melahirkan Mindia putrinya yang pertamanya, ia harus mengangkat rahimnya kerana kanker.

Pada hari kelahiran yang sama, di ruang bangsal pada rumah sakit yang sama tersebut, ada seorang keluarga yang miskin yang tengah menunggu kelahiran anaknya. Saat itu, ayah Mindia meminta pada dokter yang menangani pasien tersebut. Kemudian menukar bayinya dengan bayi laki-laki yang sebentar lagi lahir itu, yang kemudian diberi nama Nareihan, tanpa memberitahu keluarganya sama sekali.

Semua berjalan lancar, hingga tiba-tiba setelah lima tahun kemudian, sang ayah merasa sangat bersalah karena ia malah menukarkan bayinya sendiri, dan malah hendak merawat anak orang lain. Oleh karena rasa bersalahnya, kemudian ia hanya bisa memberikan sejumlah uang kepada keluarga miskin itu rutin tiap bulannya, sambil menjenguknya sesekali ketika mereka merindukannya.

“Mindai… Siapkah untuk besok, sayang?” Tanya Bunda.

“Bun… Mindia siap, tapi…” ia hendak berterus terang…

“Tapi kenapa sayang? Apa masalah Nareihan?” Tanya bundanya memastikan.

“Permisi Nyonya, tuan muda datang bersama temannya.” Seorang pelayan mengenakan seragam oranye tiba-tiba menghampiri.

“Tuan muda?” Bunda terkejut mendengarnya. Tuan muda adalah sebutan untuk Arei, dan selama tiga tahun sebelum ini sebutan itu tidak pernah didengarnya. “Benarkah? Suruh masuk, Kei” Ibunda tersenyum berharap ini bukan mimpi. Arei, ia selama tiga tahun ini tidak berjumpa dengan anak itu. Membuatnya depresi apabila ia tidak sadar bahwa Mindia adalah anak kandungnya, bukan Nareihan.

“Tuan Muda?” Mindia penasaran, ia melirik ibunya, menatap sekilas.

“Tante…” Fahmi tersenyum pada Bunda. Ia lebih dulu masuk, sedangkan Arei ternyata mengurungkan niat untuk ke rumah itu. Arei pergi ke ruang pribadi di depan rumah yang merupakan kantor Tuan Fardenan yang ia rasa adalah penanggungjawab segalanya. Harus yang menjadi yang pertama ia temui saat itu juga.

“Fahmi… Lama tidak mampir kemari, apa kabar? Dan…” Bunda melirik kanan kiri, ia merasa sepetinya memang bukan Arei yang datang. Ini mimpi, tidak mungkin Arei datang.

“Alhamdulillah, baik…” jawabnya sumringah. “Hei Mindia, kenapa seperti kaget begitu.” Sapa Fahmi.

“Eh, kenapa bisa ada di sini, Fahmi?”

Mindia jadi bingung sendiri. Ia melirik ke arah Fahmi yang datang tanpa kabar itu. Terlebih melihat dengan jelas Fahmi memegang diarinya, ia ingat betul kalau itu adalah diari yang ada rumahnya, yang ia titipkan dengan Ibu. Kalau sekarang ada di tangan Fahmi, sudah pasti ia membaca isinya. Tiba-tiba Mindia melemas, kalau Fahmi membaca kalimat akhirnya, mungkin ada kesalahpahaman di sini, berharap Arei belum membaca itu.

Mindia mengingat kejadian masa lampau yang merupakan kesalahan Fahmi. Itu tiga tahun yang lalu, setelah ia dan Arei selesai membantu Mindia mengajari beberapa anak kecil tunarungu. Mindia menghampiri Fahmi yang ada di depan setir dan duduk diam, sementara Arei bercanda ria dengan anak kecil di sebrang jalan sana. “Hai, terima kasih atas bantuannya.” Ucap Mindia tulus. “kita bahkan belum berkenalan. Namaku Min,Dia… Kamu siapa?”

Fahmi melirik sekilas kepada Mindia tanpa turun dari Hammer. Fahmi sedikit pusing pada saat itu hanya mendengarkan sepotong kalimat Mindia dan mengartikannya sebagai “Namaku Min. Dia siapa?” karena pada saat itu Mindia sedang tersenyum kecil melihat tingkah laku Arei yang seperti kekanak-kanakan bermain dengan anak-anak kecil. “Arei.” jawab Fahmi hampir ketus.

“Oh… Arei, Kalau temanmu di sana, siapa namanya ya?” Sambil menunjuk ke arah Arei.

Fahmi terperangah, baru menyadari bahwa yang pertama tadi Mindia bertanya namanya. Dan
dalam saat bingung, entah kenapa ia tanpa sadar menjawab, “Fahmi. Dia baru pindah dari Jogya dan aku membantunya pindahan rumah.” Ini sungguh sebuah kebohongan, dan Fahmi benar-benar bingung mengapa ia jadi seperti itu. Sesaat ia seolah menyamar menjadi Arei. Tapi Mindia tidak tahu sama sekali saat itu.

“Sayang, Mindia… Kenapa melamun?” Bunda menguncang tubuhnya pelan. Mindia kembali tersadar. Ia memperhatikan sekitar.

“Maaf, Bun.” Kemudian ibunya beranjak dari sofa menuju seorang pelayan yang tadi hampir membuat Bunda bahagia karena ia menyebut nama tuan muda. “Oh ya, mau minum apa? Pasti lelah habis dalam perjalanan jauh, ya?” tawar Mindia berbasa-basi pada Fahmi.

“Eh, air putih saja.” Fahmi merasa kaku, bingung hendak berbicara dengan Mindia.

Setelah kemarin ia menyadari bahwa Mindia sudah menolak hatinya secara halus walau tidak secara langsung. Kata itu kembali terniang dalam pikirannya, “Aku tidak akan pernah pacaran. Biarpun dengan orang yang kusukai sekalipun. Kuharap kamu mengerti, islam tidak mengajarkan adanya hubungan khusus antara laki-laki dengan perempuan yang sah kecuali pernikahan.” Senyumnya pun berubah hambar. Padahal saat itu Fahmi hanya bertanya, “Apa kamu punya pacar?” dan ia benar-benar takjub dengan pemikiran gadis ini, benar-benar cerdas dan wanita baik-baik.

“Emmm… Jadi, ada perlu apa kamu kemari, Fahmi?” ulang Mindia. Kini Fahmi yang tersadar dari lamunan singkatnya.

“Kamu tadi benar-benar melamun, ya?” Tanya Fahmi.

“Mungkin.” Wajah Mindia memerah, bagaimana mungkin ia jadi suka melamun begitu, memalukan.

“Aku tadi sudah menjelaskan dengan ibumu.” Terang Fahmi.

“Oh… Emmm… Kenapa diari itu ada di tanganmu?”

“Ini? Arei menyuruhku membacanya. Well, padahal aku tidak suka membaca. Dan lagipula, aku sudah tahu jelas rincian di dalamnya, kecuali…”

“Lembar terakhir. ” Potong Mindia.

“Ya. Dan itu kesalahpahaman, aku minta maaf.” Tambah Fahmi.

“Apa dia sudah membacanya? Bagaimana katanya?” Mindia meremas-remas ujung jilbabnya, ia resah. Takut dan bingung.

“Tentu saja. Dia hanya bilang, meskipun rasanya sakit hati membaca kalimat akhir itu, tapi ia rela bila kau denganku. Itu katanya.”

“Maksudnya dengan sakit hati? Bararti ia…” tiba-tiba Mindia gugup. Antara senang dan bimbang, ia juga bingung, rasanya tidak mungkin. “Eh, apa kamu sudah menjelaskan yang sebenarnya?”

“Belum.” Fahmi menunduk merasa bersalah.

“Kenapa?” Tanya Mindia.

“Karena aku menyukaimu.” Batin Fahmi lirih. Dan juga… “Dia ternyata menyukaimu.” Fahmi berusaha tersenyum getir. Mereka saling menyukai, dan rasanya sangat pengecut apabila tidak mengatakan yang sebenarnya.

“Bercanda, ya?” senyum Mindia merekah, ia malu-malu.

“Benar. Ternyata sudah sejak tiga tahun yang lalu, dia kagum saat kepedulianmu terhadap
anak-anak kecil itu.” Jawab Fahmi sekenanya. Rasanya ia tidak ingin membicarakan hal ini. “Tapi… Aku masih memegang perkataanmu kemarin, loh…”
*** 

Berlanjut ke Berawal dari Kesalahpahaman (Part 5)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Berawal dari Kesalahpahaman (Part 3)

Lanjutan kisah Berawal dari Kesalahpahaman (Part 2)

Fahmi menyendiri dalam kamar. Ucapan Mindia kemarin terngiang jelas di telinganya. Ia patah hati, karena ternyata cintanya bertepuk sebelah tangan. Dalam tiga tahun ini kedekatan Mindia dan Fahmi tanpa disadari membuat Fahmi memiliki perasaan yang khusus padanya, meski mereka tidak bertemu, hanya berkomunikasi biasa lewat telepon. Mindia sama sekali tidak menyangka akan terjadi hal yang seperti itu, karena yang ia tahu, kedekatan mereka hanya karena permintaan Mindia yang menyuruh Fahmi untuk menjaga rahasia tentang dirinya.

Fahmi menerawang ke masa lalu, saat pertama kalinya ia bertemu dangan Mindia, gadis kalem yang baik hati itu. Sewaktu ia dan Arei selesai berberes-beres kamarnya, hari pertama ia pindahan rumah ke daerah pedalaman dekat Girimulyo. Arei merupakan sahabat sejati, yang sampai pindahan rumah pun, ia pun ikut andil. Mereka berdua terkadang seperti tom and jerry, sering berantem tapi tak pernah bisa lama karena pasti berbaikan lagi. Arei mungkin adalah malaikat, karena ia dari keluarga yang kaya raya sedangkan Fahmi hanya orang biasa, namun Arei tidak pernah mengungkit masalah perbedaan status sosial ini, ia tak pernah pandang bulu.

Waktu itu Fahmi menyetir Hammer milik Arei, yah, bisa dibilang bahwa Arei juga mengajari Fahmi menyetir beberapa mobilnya. Sering kali Fahmi merasakan bahwa Arei benar-benar orang yang tulus. bisa dibilang Fahmi ini merasa seperti kaki tangan Arei, selalu ada. Dan saat Fahmi menyetir, tiba-tiba Arei berteriak.

“Rem. Stop!” refleks Fahmi menginjak panel Rem. Hampir saja sekelompok anak kecil dan
seorang gadis tertabrak. “Fahmi, ayo turun…” perintah Arei. “Maaf kalian enggak apa-apa, kan?” Arei membantu berdiri beberapa anak kecil yang terduduk kaget. Sebagian mereka tidak menyahut, sebagian lagi terpesona dengan Hammer yang begitu besar dan mungkin baru pernah mereka lihat saat itu.

“Tidak apa-apa. Kami cuma kaget.” Gadis yang bernama Mindia itu tersenyum.

“Kalian mau kemana? Ayo kita antar!” tawar Arei.

“Tapi, kan..” sela Fahmi, sambil membisiki Arei. “Mobilnya baru aja dicuci, nanti kotor lagi...” setelah itu Fahmi hanya memandang ke arah Mindia. Memastikan ia tidak mendengar bisikannya kepada Arei. Mindia bersikap biasa saja, Fahmi menghembuskan nafas lega.

“Terima kasih atas tawarannya, tapi jalan kaki bentar juga sampai.” Gadis itu tersenyum sampil menunduk.

“Ayo adik-adik, masuk ke mobil, yuk.” Arei menatap anak-anak kecil tersebut. Namun mereka hanya diam, melirik ke arah Mindia, bertanya dalam kode tangan apa yang telah diucapkan Arei tadi. “Mereka…? Maaf, aku tidak tahu kalau… Hmmm… Tolong ya, translate-kan bahasaku tadi.” Arei kemudian nyengir kuda.

“Kakak tadi bilang, ayo adik-adik, kita naik mobil.” Mindia menunjukkan gerak tangan sebagai sandi untuk percakapan tunarungu.

Anak-anak tersebut teriak girang, mungkin ini pertama kalinya mereka naik mobil. Ah, Mindia ternyata terlihat sangat cantik, batin Fahmi saat itu. Hatinya berdesir melihat kebaikan wanita di depannya ini. Bagaimana mungkin ada saja yang peduli terhadap anak-anak yang tunarungu seperti ini? Bahkan ia pribadi pun tidak peduli, atau mungkin belum.

“Fahmi… Buka pintu kamarmu!” teriakan Arei menghentikan lamunan Fahmi. Ia berdiri kemudian menuju pintu kamar. “Tumben-tumbennya dikunci, lagi ngapain sih?” Tanya Arei penasaran.

“Enggak apa-apa,” jawab Fahmi setelah membukakan pintu kamarnya.

“Aku pinjem kamu bentar. Temani aku ke Jogya, ya…” Arei berlari ke lemari pakaian Fahmi, mengambil beberapa baju dan celana di sana. “Mana tasmu, buru-buru banget nih.” Saking akrabnya mereka, mungkin Arei berlaku seolah-olah Fahmi sudah menerima ajakannya itu tanpa menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’.

“Sebentar. Memangnya ada acara apa, sih? Kemana tujuan kita?” Fahmi mengernyitkan dagu, ia hampir dapat menebak ke mana tujuan Arei tanpa berbasa-basi mengajukan pertanyaan itu.

“Nanti di jalan kuceritakan. Aku sudah ijin dengan Mama-mu… Beliau oke-oke saja.” Jawab Arei sambil menatap serius pada Fahmi.

“Rei, matamu kok sembab? Kamu…” Fahmi menatap mata Arei. Semula ia sedikit kesal dengan sikap Arei yand terlihat seenaknya ini, tapi rasanya menyedihkan melihat teman yang baru saja menangis ini. Pasti ada apa-apa. Fahmi menatap pada Arei tajam. Masih menyisakan tanya yang mendalam, apa mungkin ia sudah tahu sesuatu yang selama ini Fahmi rahasiakan?

“Ceritanya panjang, ayo kita berangkat, aku sudah minjam pick up punya Pak RT.” Seru Arei sambil berlari tergesa-gesa keluar.

Sesampainya dalam mobil Arei hanya diam saja sambil mengingat perkataan ibunya, dilakukan berulang-ulang hingga ia hapal di luar kepala, “… memaafkan itu lebih mulia daripada meminta maaf. Namun meminta maaf adalah hal yang baik dari yang terbaik” hingga separuh perjalanan mereka. Dan ia baru kemudian teringat kalau ternyata ada orang disampingnya saat ini.

Fahmi sedari tadi bingung dan ingin bertanya, namun takut kalau kondisi kurang baik ini mempengaruhi Arei yang sedang sibuk menyetir. Sehingga ia pun hanya diam menunggu. “Fahmi, aku bingung mau cerita apa, tapi kamu baca dulu saja diari yang ada di dalam ranselku.” Fahmi pun menurut, ia pun mengambil sebuah diari yang lusuh dan tertulis jelas sebuah nama “Mindia” pada cover depannya. Fahmi kembali bertanya, mengapa diari ini ada di tangan Arei, apakah mungkin mereka berdua…

Fahmi memang tidak suka membaca, apalagi kalau yang dibaca adalah tulisan tangan. “Ini… Dibaca semuanya?” Fahmi melirik untuk memastikan bahwa ia cukup membaca di bagian tertentu kemudian selanjutnya biarkan ia mendengar semuanya dari mulut Arei. Tapi Arei hanya mengangguk. Itu tandanya, ia harus membaca keseluruhan dan ia yakin itu akan sangat memakan waktu yang lama, sampai ke halaman terakhir. Dan benar saja, Fahmi membuang waktu selama kurang lebih satu jam untuk menuntaskan bacaan yang hanya sebelas lembar saja.

Dag dig dug rasanya Fahmi membaca paragraf akhir. Dibanding lembar-lembar sebelumnya ia tidak seterkejut ini, karena sebenarnya ia memang sudah tahu sebelumnya. Malah Fahmi merasa sangat bersalah dengan Arei, ia selama 3 tahun ini merahasiakan sesuatu pada sahabatnya. Bukan sengaja, tapi memang Mindia-lah yang memohon agar Fahmi tidak memberitahukan segala sesuatu tentang dirinya, mengenai ia ke Jepang, ia adalah seorang tunarungu, dll.

Fahmi tak menyangka bahwa selama ini perasaan Mindia yang sebenarnya sudah tertulis di buku diari. Ini benar-benar sesuatu yang entah mengapa membuatnya kurang suka. Ada rasa di mana ini seharusnya tidak boleh terjadi, namun memang nyatanya telah terjadi. Ia telah melakukan kesalahan, kesalahan yang sampai saat ini pun tidak diketahui oleh Arei. Ia tidak bermaksud bohong, tapi ia memang tidak sengaja merahasiakannya.

“Rei… Yang paragraf akhir ini aku bisa menjelaskannya. Kalau…” Fahmi menatap Arei pilu.

“Sudahlah, Ga. Tidak usah menghiburku, aku memang patah hati membacanya. Tapi ya sudahlah, bila Mindia lebih memilihmu, aku rela. Yang terpenting sekarang adalah, aku mesti meminta maaf. Itu saja.”

“Apa? Kamu patah hati? Berarti kamu memang benar-benar…”

Fahmi menundukkan wajah. Mungkin tadi siang memang benar ia mendengar sekilas pernyataan Arei menyukai Mindia. Tapi ia sengaaja saat itu tidak menggubrisnya. Ia tak ingin sakit untuk membicarakan hal itu, hanya berharap itu hanya basa-basi Arei saja. Tapi ternyata tidak, kenyataan bahwa sebenarnya mereka berdua menyukai orang yang sama. Benar-benar dilema yang pahit.

“Iya, tapi mungkin itu dulu, tiga tahun yang lalu. Ah, sudahlah, kita harus cepat sebelum Mindia berangkat ke Jepang.” Fahmi tidak terlihat kaget, ia sudah tahu kalau Mindia besok memang pergi. Tapi yang baru Fahmi tahu, ternyata Arei menyukai Mindia. Ada rasa sesak di dada Fahmi karena cemburu, juga rasa panas karena merasa bersalah. Ternyata Arei pun menyukai Mindia, sama sepertinya. Ia merasa galau, ini sangat menyedihkan karena mereka berdua adalah sahabat.

“Hei. Fahmi? Woyyy!” Fahmi kembali tersadar dalam lamunan. “Kenapa melamun? Kamu kaget Mindia pergi ke Jepang?” Tanya Arei. Dan Fahmi berbohong, ia mengangguk kecil sembari memandang jalan di depan.

“Rei… Hmm… Sebenarnya…” Fahmi berusaha untuk menjelasakan sebuah kesalahpahaman yang belum diketahui Arei.

“Sudahlah tak apa, aku tahu kamu menyukai Mindia, kan? Kamu sering sms-an sama dia. Kamu pikir aku tidak tahu kalau yang namanya kamu tulis Aidnim itu siapa?” Fahmi kaget, temannya bahkan tahu kalau ia merahasiakan ini.

“Tapi, Rei… Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” Arei hanya tersenyum, meski hatinya sakit. Tapi ia mencoba untuk tetap tegar. Bila semua yang dia inginkan ini didapatan oleh sahabatnya, ia akan rela.
***


To be continued... Berawal dari Kesalahpahaman (Part 4)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Berawal dari Kesalahpahaman (Part 2)

Lanjutan kisah Berawal dari Kesalahpahaman (Part 1)

“Mindia kemarin pagi datang menemuiku.” Arei menatap Fahmi lesu. Ia tahu sebentar lagi sahabatnya ini akan menceramahinya.

“Kalian berbicara apa?” Fahmi tersenyum sambil melempar bola basket ke arah Arei. Perhatian Arei menjadi fokus pada bola, ia hanya menggeleng cepat. “Atau kamu mengusirnya?” tanya Fahmi sedikit membentak. Arei mengangguk sekilas, kemudian melakukan gerakan three point dan masuk ke dalam ring.

“Hei, kau bilang akan mentraktirku bakso kalau aku berhasil lima kali melakukan three point hari ini. Aku sudah tujuh kali nih.” Arei berkata sambil men-dribble bola di tempat, ia sengaja mengalihkan pembicaraan.

“Oke. Ayo kita ke sana sekarang. Aku sudah sangat lapar.” Arei melirik Fahmi, heran seribu bahasa dengan temannya ini. Fahmi biasanya menasehati Arei rutin setiap kali mereka bertemu, yaitu untuk tidak marah terus-menerus pada Mindia. Tapi sekarang, Fahmi tidak terlihat peduli akan hal itu, bahkan setelah ia mengaku kemarin telah mengusir Mindia. “Hei, ayo. Kenapa malah melamun?” Fahmi memukul pelan bahu Arei.

“Eh, sekarang? Ayo…” respon Arei sekenanya.

Fahmi dan Arei menaiki sepeda gunung menuju Pak Nino, tukang bakso di jalan yang menjadi langganan mereka. Dalam perjalanan tersebut Fahmi hanya diam dan Arei cukup bingung dengan keadaan ini. Kenapa temannya ini apatis dan bersikap seolah tidak terjadi apapun. Malah Arei yang entah kenapa sedang sangat ingin membicarakan ini dengan Fahmi, di luar keegoisannya selama tiga tahun ini, entah mungkin karena Mindia kemarin datang dihadapannya. Namun Fahmi tidak menyinggung sama sekali sampai mereka selesai makan bakso sekali-pun.

“Fahmi… Aku masih menyukai Mindia.” Ucap Arei pelan. Sangat pelan hingga ia merasa Fahmi tidak perlu mendengarnya, tapi mudah-mudahan memahaminya.

“Pak, bakso dua. Berapa?” Wow. Arei melotot dan hampir saja gondok melihat Fahmi bukannya merespon kalimatnya tapi malah berbasa-basi dengan Pak Nino. Jelas-jelas saat itu Arei yakin Fahmi mendengarnya. Tapi, Arei merasa kini tidak dipedulikan lagi.

“Oalah lee, lee.. Kayak ga biasa makan di sini aja. Harga biasa lah…” jawab Pak Nino disertai tawa yang khas.

“Bukannya gitu, Pak. Siapa tahu ada diskon, kan pelanggan setia. Hehehehe” malah Fahmi bercanda dengan tukang bakso. Arei di sampingnya tambah gondok kemudian mengelus dada, mencoba sabar yang tak tekira.
“Walahh kayak mini market pakai istilah diskon segala, nanti kalau ada rezeki nomplok, yo lee..” balas Pak Nino seadanya.

“Fahmi, aku pulang duluan. Thanks traktirannya! See you…” akhirnya Arei mencoba pergi meninggalkan Fahmi yang tengah asik bersanda gurau.

“Oke bro. Hati-hati di jalan..” Fiuh, padahal Arei berharap Fahmi menahannya pergi, tapi ternyata tidak. Entah apa maksudnya, tapi ia merasa kesal dengan sahabat karibnya ini. Sungguh basa-basi untuk mengatakan ‘hati-hati‘ yang notebene rumah Arei hanya berjarak 100 meter dari tempat mereka makan bakso.

“Yup.” Jawab Arei ketus.

Sesampainya di rumah, entah tiba-tiba Arei ingin mengajak ibunya berbicara. Apabila sahabatnya tadi bersifat apatis, ia rasa ibunya tidak akan begitu. Perlahan Arei bergegas ke ruang tengah, melihat ibunya saat itu sedang menjahit pakaian. Ia duduk sambil berpura-pura hendak menyalakan TV. Nampaknya ibunya kini sedang sibuk. Namun Arei merasa harus ada yang mendengarkan keluh kesalnya sekarang.

“Bu… Mindia kemarin pagi datang. Dan…” ucapnya lirih. Tertahan dengan egonya, ia sulit memperkirakan apa kalimat selanjutnya yang pas dan mungkin dapat direspon oleh ibunya.

“Rei, tolong ambilkan kotak kosong di meja dalam kamar ibu…” Arei terdiam penuh bingung, kenapa malah mengalihkan pembicaraan. Namun, ibu adalah segalanya bagi Arei dan ia tidak pernah melewan perintah beliau selama tiga tahun ini, kecuali mungkin perintah untuk tidak mendendam pada Mindia. Itu sulit, karena ini menyangkut perasaan.

“Baik, Bu.” Jawabnya lesu. Dan tak lama kemudian, ia meletakkan kotak tua yang lusuh itu ke hadapan ibunya. “Ini kotaknya berisi apa, Bu?”

“Kuncinya ada di gantungan kunci kamarmu, Rei. Buka dan lihat di dalamnya ada sebuah diari, baca isinya. Ini bukan milikmu, tapi Ibu tidak ingin berlama-lama merahasiakannya.” Bahkan Ibu belum merespon ucapan Arei tentang Mindia tadi.

“Sekarang? Tapi, Bu… Ada yang ingin Arei bicarakan, lebih penting dari hal ini. Bu.. Ini mengenai Min…”

“Sekarang, Rei. Atau mungkin kamu akan menyesal seumur hidup.” Potong ibunya, sedikit menantang.

“Sebegitu pentingnya, Bu? Baik... Arei akan membukanya di kamar.” Jawabnya menyanggupi.

“Rei, sekali lagi Ibu katakan, memaafkan itu lebih mulia daripada meminta maaf. Namun meminta maaf adalah hal yang baik dari yang terbaik.” ucap Ibunya menasehati.

“Iya, Bu…” Arei bergegas masuk ke dalam kamar, tanpa menutup pintunya.
Ia bergegas membuka kunci gembok kotak tersebut, kemudian menemukan sebuah diari lusuh. Tulisan tangan yang cukup rapi dan terbaca jelas. Ini merupakan buku harian. Nama Mindia tertulis di cover-nya. Tidak salah lagi, ini memang miliknya. Arei membuka lembar pertama, memulai membacanya. Entah mengapa jantung Arei berdegup kencang sesaat membacanya…

Tangis mengaliri wajah Arei. Ia membatin, Sekitar sepuluh lembar aku habis membacanya, dan aku menangis, tangisan yang hebat. Terakhir aku menangis sejadinya adalah 3 tahun yang lalu. Itu semua karena aku telah dibohongi selama 20 tahun. Namun saat ini adalah tangisan penyesalan dan rasa bersalahku kepada Mindia. Mengutuki keegoisanku untuk tak mendengar secuil pun kalimat pembelaannya selama 3 tahun ini, aku menghindari teleponnya bahkan bertemu dengannya.

Aku benar-benar seperti anak kecil yang tak dapat mengerti. Dan sekarang aku benar-benar merasa sangat bersalah. Aku salah paham. Aku baru tahu kalau Mindia adalah tunarungu. Aku tak pernah tahu kalau selama ini Mindia juga sama sepertiku. Kami sama-sama terjebak, tapi aku bahkan meluapkan rasa amarahku kepadanya, dia yang bahkan lebih tidak tahu apa-apa dibanding dengan diriku.


Sambil terisak kuat dalam batin, Arei melanjutkan bacaannya…

“… Aku saat itu bingung dengan kedatangan mereka yang terus menerus. Saat aku bertanya dengan ibu, siapakah mereka? Ibu hanya menggeleng dan mengatakan teman. Tapi anehnya, setiap kali mereka berdua datang, si wanitanya ini selalu saja memelukku. Saat hal itu kutanya pada ibu, beliau hanya menjawab, “Mereka mengira kamu adalah anaknya dan memang kamu mirip dengan anaknya sewaktu kecil, Min. Tapi mereka sulit untuk melupakan putrinya yang sudah tiada, itu mengapa bila mereka merindukan anaknya, mereka kemari menemuimu” itu jawaban Ibu yang selalu sama. Dan anehnya sampai sekarang aku masih bingung, karena aku selalu disuruh melepaskan alat bantu tunarungu ini apabila mereka datang, dan otomatis aku tidak dapat menangkap jelas apa pembicaraan antara orang tuaku dan pasutri ini. Membuatku resah karena kejadiaan ini yang berulang dimulai aku kecil sampai sekarang ini. Aku bingung…”

Arei terdiam sejenak. Melemparkan pandangannya pada seluruh isi kamar. Kemudian membatin kembali. "Mereka? Mereka dalam tulisan tangan tersebut sudah dapat kuprediksi dengan pasti siapa. Aku mengenalnya semenjak kecil selama 20 tahun. Yang kupanggil Ayah dan Bunda. Yang membuatku semula merasa lebih berarti dengan berjuta materi namun tanpa kasih sayang. Rasanya aku seperti barang yang dibeli dan dapat dijadikan boneka. Aku benar-benar muak. Mereka juga lah yang membuatku bersitegang selama 3 tahun terakhir ini dengan Mindia. Kenapa baru sekarang aku tahu. Ini membuat perasaan sukaku pada Mindia tertutupi oleh rasa benciku karena hal ini."

Kembali Arei membaca halaman terakhirnya… Menarik nafas sejenak, sekilas ia membaca ada namanya tertulis di buku itu. Benarkah? Ia kemudian merasa senang, tak sabar membacanya hingga tuntas…

“… Kupikir dalam hidupku, aku tidak akan pernah bertemu dangan seorang laki-laki yang terlihat tak sombong. Aku beri ia julukan Mr. F saja, inisial dari namanya. Dengan senyumnya yang tulus, pada waktu itu membantuku yang sedang mengajari beberapa anak tunarungu sepertiku di sebuah gubuk lusuh kecil yang dinamai Pelic Shreni. Padahal kami baru saja bertemu tadi pagi dan dia sepertinya sedang pindah rumah. Semua orang di sini tahu bahwa aku seorang tunarungu sejak lahir, namun laki-laki ini tidak tahu, aku mengenakan alat bantu yang tidak bisa ia lihat, jelas saja karena itu terpasang di telingaku yang tertutup oleh jilbab yang kukenakan. Mr. F sewaktu itu datang bersama temannya yang juga ikut membantunya pindahan rumah, tapi entah mengapa aku sama sekali tidak menyukai temannya, yang bernama Arei itu. Dia terlihat tidak bersahabat, mungkin karena ia dari kelas kota yang penuh harta dengan kebiasaan hura-hura, ia mungkin jijik berada di desa ini. Secara tidak langsung, rasanya aku menyukai Mr. F ini. Hmmm.. aku menyuikai sifatnya. Itu saja kurasa. Selamat malam…”

Arei memberi waktu untuk ia bernafas. Menyatukan diri dengan suasana di kamar. Merasakan sesuatu yang bahkan hampir meledak dalam dirinya. Lagi-lagi ia membatin. "Menyedihkan sekali mengetahui bahwa ternyata Mindia menyukai Fahmi, si Mr. F itu pada kenyataannya. Entah mengapa walaupun itu adalah dulu, tapi aku benar-benar merasa patah hati saat ini. Baiklah, mungkin ini bukan masalah besar, ini kurasa setimpal karena aku benar-benar mengacuhkan Mindia selama tiga tahun kerena kesalahpahaman yang tercipta. Tangisku kini kembali membuncah, tak peduli mungkin ada yang mendengarkanku atau tidak."

“Rei…” Ibu dengan matanya yang sayu mendekat Arei perlahan. “Sudah, jangan menangis…” ucap beliau sambil mengusap air mata Arei, tak peduli apakai ia adalah laki-laki yang berumur 23 tahun dan sudah bekerja. Tapi menurutnya, semua orang berhak menangis, tidak peduli ia wanita atau pun pria, muda maupun tua.

“Bu… Kenapa ibu tidak bilang? Setidaknya memberi tahu kalau Mindia adalah tunarungu. Rei… Rei selama 3 tahun ini salah paham, Bu…” Arei masih dalam tangisan penyesalan. “Dan Arei baru tahu bahwa selama ini, Mindia… Tidak tahu apa—apa… Arei malah memarahinya,”

“Mindia menyuruh ibu merahasiakan hal ini, Rei… Dia ingin memberitahu kamu langsung, tetapi ternyata kamu tidak juga terketuk hatinya untuk mendengarkan Mindia, kamu selalu menghindar. Ibu jadi sedih. Dan kamu juga selalu tidak ingin mendengar nama keluarga Fardenan lagi.”

“Rei benar-benar sakit hati pada saat itu, Bu...” Arei makin terisak. “Kalau begitu, mengapa ibu tiba-tiba beritahu hal ini? Mengapa ibu memberikan diarinya sekarang ini?” tanyanya perlahan.

“Rei, ibu tidak ingin berlama-lama merahasiakan ini darimu. Karena… Besok Mindia harus kembali ke Jepang. Dan…” Rei menatap ibunya penuh tanya.

“Kembali ke Jepang? Maksudnya dengan kembali? Memangnya dia selama ini ada di Jepang? Untuk apa, Bu?” Ibu kembali membalas tatapan tajam pada Arei. Ibu mulai terisak.

“Selama tiga tahun ini, Mindia melanjutkan studi di Jepang sambil menjalani pengobatan tunarungu-nya, dia juga operasi...”

“Apa? Operasi? Di mana Mindia sekarang, bu?” Arei berdiri tegak, ia memotong kalimat ibunya. Bayangan Mindia menari-nari di kepalanya.

“Sebentar Rei, dengarkan Ibu. Mindia ada di rumahnya. Kamu tahu tempatnya, kan. Dia…” Arei terduduk lesu. Keluarga Ferdenan, mereka lagi.

“Mungkin Arei memang bersalah dengan Mindia, tapi itu tidak merubah perasaan sakit hati Arei dengan mereka Keluarga Fardenan, Bu.” Sementara Arei bingung, apa yang musti dilakukannya.

“Rei, kamu perlu tahu bahwa semuanya ini adalah kekhilafan dan kamu tidak bisa menyalahkan siapapun. Biar bagaimanapun, selama 20 tahun keluarga Fardenan sudah merawatmu…”

“Dan juga membohongiku.” Arei memotong.

“Sudah ibu katakan, mereka tidak berbohong, hanya merahasiakan, Rei. Mereka sama seperti kami. Kamu bisa memaafkan Ibu dan Bapak, tapi kamu kenapa tidak bisa memaafkan mereka?”

“Berbeda, Bu. Mereka menggunakan uang dan merasa bahwa semua akan berjalan sehendak hati dengan uang yang mereka miliki. Dan di mana perasaan mereka, ketika mereka masih sanggup menemui putri kandungnya, sedangkan aku tidak pernah menemui ibu yang bahkan selama 20 tahun sekali-pun.” Tangis penyesalan Arei berubah menjadi kekesalan yang amat sangat, kenangan itu muncul kembali.

“Rei, dengarkan Ibu… Coba kamu pikirkan Rei, tenang dulu Rei… Yang mungkin berhak marah itu Mindia. Dia terlahir tunarungu sejak lahir, tapi ayahnya yang ingin memiliki anak laki-laki pertama malah menukarnya dengan anak ibu, yaitu kamu, Rei.” Aku masih mendengarkan sambil menunduk dalam. “Bayangkan bila kamu jadi Mindia, ia hidup sederhana tanpa materi yang berlebih karena bertukar denganmu. Ia tak tahu apa-apa, tapi ia mampu membuka hatinya untuk berpikir positif dan bersifat lapang untuk memaafkan. Rei…”

Arei dalam tangis pilu itu merasakan perih saat ternyata begitu beruntungnya dirinya. Dan tidak sadar bahwa selama ini ia malah bersikap egois dan tak ingin menerima apapun. Ia selalu memikirkan kelogisan dibandingkan perasaan. Arei pun memeluk ibunya... “Bu. Aei akan berangkat ke Jogya sore ini.” Ia menutup matanya menuangkan penyesalan yang sangat. Justru ialah yang selama tiga tahun ini tertutup hatinya oleh dinding yang beku, tanpa ada rasa yang singgah.
***

To be continued... Berawal dari Kesalahpahaman (Part 3)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Berawal dari Kesalahpahaman (Part 1)

Kedatangan gadis ini membuat Arei bingung, setelah yang terjadi 3 tahun yang lalu, mesti samar-samar tapi Arei masih ingat. Sang gadis tidak menatap Arei, hanya menundukkan kepala sambil tetap berdiri. Arei yang tidak cukup mengerti maksud kedatangannya ini hanya memalingkan wajah angkuh. Sepoi-sepoi angin yang menggelitik menyapa dedaunan di taman depan. Keduanya tetap diam di tempat, tak ada yang mulai berbicara.

Arei menatap pintu depan, ingatannya menerka pada kejadian 3 tahun yang lalu. Ya, pintu itu adalah awal mula segalanya. Ia ingat betul, dari pintu tersebut ia melihat Ayah dan Bundanya keluar sambil menangis terisak. Padahal ia kebetulan sedang jalan bersama Fahmi, teman dari semasa ia kecil, yang sedang pindahan rumah kemarin. Arei membantunya mengepaki beberapa barang milik Fahmi dengan Hammer-nya saat itu. Mereka berdua adalah sahabat karib sampai kapan pun, meski keduanya saat itu berada pada perguruan tinggi yang berbeda.

Ia memberi aba-aba kepada Fahmi untuk berhenti, kemudian matanya menatap lekat ke arah Ibunda yang tengah terisak. Ia tertegun sambil membatin mengapa Ibundanya ada di sini, bukannya mereka sedang di jakarta? Arei menatap Fahmi dan berharap penuh temannya ini dapat menjawab semua tanya di hatinya. Namun Fahmi hanya menggeleng, bahkan mengisyaratkan agar mereka berdua tidak usah bersembunyi di balik semak seperti ini, isyarat disertai dengan berbisik “Langsung saja kita ke sana, Rei..” spontan Arei memelototi Fahmi, bagaimana mungkin ia tiba-tiba muncul di sana, dan kemudian dengan sedikit konyol berteriak “Surprise!”. Ada-ada saja temannya ini.

“Hai!” sapaan gadis itu memotong lamunan Arei. Mengejutkan karena hampir saja ia yang sedang mengunyah permen karet itu tersedak, cukup berdiam beberapa detik untuk menahan amarahnya meluap. Gadis itu masih berdiri dan tetap menundukkan wajahnya. Arei sedikit melirik ke arah sumber suara tadi sambil tersenyum sinis, sebentar ia kembali memalingkan wajah. Tak ada kontak mata di antara keduanya.

Arei kembali menggali ingatannya yang terdalam. Kata sapaan yang sama, orang yang sama, lirik yang sama, dan suara khas yang sama. “Hai!” Arei dan Fahmi menoleh kebelakang. Seorang gadis tersenyum, “Kalian sedang apa di sini? Mengintip apa sih?” gadis yang ditemui Arei kemarin sore tiba-tiba berdiri di depannya. Arei gugup dan salah tingkah saat itu, moment yang kurang pas karena ia kepergok sedang mengintip. Arei menoleh ke sampingnya sekilas, bersikut tangan dengan Fahmi dan menyuruhnya untuk menjawab tanya gadis itu.

“Eh, Mindia. Ini Arei lagi pengen lihat-lihat tanaman, itu banyak yang bagus yah, syukur-syukur bisa dibawa buat ditanam di kota. Hehehe” Jawab Fahmi sekenanya. Ia kembali melirik Arei.

“Iya bener… Mindia sendiri lagi apa di sini?” Arei mengalihkan pertanyaan kepada Mindia. Namun saat itu Mindia fokus memandangi taman di depan rumahnya.

“Eh, maaf ya, aku ada perlu sesuatu. Aku duluan ya, Fahmi, Arei...” ucapnya pamit dengan kedua laki-laki di hadapannya. Kemudian ia berlari pelan menuju taman depan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam jilbab. Entah apa yang dilakukannya, karena memang tidak terlihat jelas dari belakang. Baik Fahmi maupun Arei tidak tahu tentang itu. Mindia hanya berlari kecil, hingga akhirnya, pelan tapi pasti, terdengar Mindia berucap, “Bunda… Ayah...” dan dalam hitungan detik, Arei dengan matanya menyaksikan bahwa seorang gadis yang baru dikenalnya kemarin, kini tengah memeluk erat Bundanya. Mata Arei menatap tanpa kedip dan penuh tanya.

Rasanya panas mengingat kejadiaan tersebut. Ia kemudian mencoba untuk memahami keadaan sekitar, memusatkan pikiran pada masa sekarang. Arei memalingkan wajah pada gadis berjilbab di depannya ini. “Ibu bapak sedang tidak ada.” cukup lama berpikir untuk mengucapkan lima kata ini dan berharap si gadis yang masih berdiri sambil menunduk ini mengerti akan maksudnya.

“Aku… Mencarimu… Bukan mereka… Emmmm… Kupikir... Semestinya kita harus berbicara.” Si gadis cukup gugup untuk berbicara di hadapan Arei, terlebih ada rasa takut dalam hatinya. Ia mengangkat wajahnya sekilas memastikan apakah lawan bicaranya ini meresponnya, namun Arei tetap memalingkan wajah seperti tak peduli. Ia kembali menunduk, merasakan sedikit hawa yang kurang bersahabat saat itu, Arei mungkin terlihat seperti ingin marah padanya.

“Maaf. Aku sibuk.” Arei jelas sangat mengerti akan kedatangannya ini, jelas bukan Ayah dan Ibu yang ia cari, tapi dirinya. Gadis itu sudah cukup sering menelepon ke rumah untuk sekedar mengobrol dengan orang tuanya, atau mungkin terkadang mereka bertemu, namun Arei tidak peduli hal itu. Dan tiga tahun terakhir ini, ia tak pernah bertemu gadis ini, ia benar-benar tak ingin, ego menentangnya untuk mendengarkan pembelaan dari gadis ini.

“Kalau kau sibuk, bolehkah aku meminta nomer handphone-mu? Aku akan menghubungimu nanti.” Arei tersenyum sinis, ini jelas omong kosong dan basa-basi dalam pikirannya. Apabila ia meminta nomor hape, tak perlu datang jauh-jauh kemari, cukup dengan bertanya pada Ibu pasti gadis ini akan diberitahu, bukankah hubungan mereka sangat dekat? Dan Arei pikir tak ada perlunya untuk berbicara dengan gadis ini. Ia sudah cukup sakit hati akan masa lalu itu, cukup sudah.

“Silahkan saudari Mindia Fardenan bertanya pada Ibuku nanti. Permisi.” Arei berucap ketus tanpa menatap gadis yang bernama Mindia itu. Ia melangkahkan kakinya ke arah pintu rumah dengan perlahan tanpa menoleh ke belakang. Arei merasa jawabannya terakhir sudah cukup jelas bahwa ia tidak suka dengan kehadiran Mindia yang tiba-tiba itu, hatinya cukup panas dengan kejadiaan yang lalu. Meskipun itu sudah lama sekali terjadi.

“Arei, tolong jangan menghindar lagi. Ini tak kan berakhir kalau kau terus seperti ini.” Mindia merasa ingin menangis di tempat, namun ia berusaha menahan itu. Melihat Arei yang hanya berdiri diam di tempat dan membelakanginya, Mindia pun kemudian melakukan hal yang sama. Ia membalikkkan badannya dan berlari untuk pulang, rasanya ini bukan hari yang tepat untuk menjelaskannya. Mungkin Arei perlu waktu untuk berpikir, situasinya terlihat kurang baik.

Arei menoleh ke belakang dan ingin mengucapkan sesuatu, namun tertahan oleh keegoisannya hingga saat ini. Ia menatap sendu Mindia yang berlari kecil menuju sebuah mobil. Rasanya seperti baru kemarin kejadian tiga tahun silam itu hadir, rasa perihnya tak terkira. Ia berargumen bahwa obat untuk menyembuhkan rasa sakitnya tak akan pernah bisa dibayar oleh apapun. Ada sedikit rasa sesal karena telah berpura-pura sedang sibuk, namun ia tepis sesal itu untuk mempertahankan prinsipnya. Ada rasa penasaran karena ia ingin tahu apa yang hendak diberitahu oleh Mindia kepada Arei, padahal ia rasa semua sudah berakhir.
***

To be countinued... Berawal dari Kesalahpahaman (Part 2)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

My Favorite Games

Siapa sih di dunia ini yang belum pernah main game?

Angkat tangan kalau iya,
kasian banget...


Siapa yang maniak Games?

Hayooo, angkat kaki kalau jawab iya...

Hei kalian... Jangan jadi maniak games, yah. Itu sangat berbahaya, beneran. Karena kadang ada yang dinamakan pecandu games.

Ihh, memangnya mau dibilang pecandu? Gak kan?

Oleh karena itu, jaga waktu kalian,dengan hal yang positif. Kalau udah kecanduan, sebaiknya kamu mencari beberapa games yang positif. Positif dalam artian, kamu bisa membedakan dunia permainan dan dunia yang kamu mainkan.

Well, ehmmm... Aku dulu pernah beberapa waktu menjelma menjadi seorang maniak games. Saking maniaknya sampai-sampai kadang berebut PS 1 dengan adikku, padahal itu adalaj PS punya dia, tapi aku kadang seenaknya memakai,,,

Jahat ya?

yahhh.. namanya juga kecanduan.. #membeladiiri

Wetsss... tapi jangan salah.
Itu jamman dulu loh, dulu banget, jaman aku masih SMP.
Jaman purbakala lah.

Ya sejalan dengan bergantinya tahun, setelah itu aku akhirnya berpikir gimana caranya suapya gak terlalu maniak. Yah, sebagai panutan aku mencoba beberapa games yang sulit, bahkan sangat sulit.

Kenapa? Kok gitu?

Ya... karena semakin sulit, semakin malas aku untuk memainkannya. hehehe

Simpel kan? Makanya, ayo dicoba...

Btw, ini adalah beberapa game yang kuanggap baik (mudah-mudahan) dan menjadi favoritku:
- Chess (Catur)
- Who wants to be a millioner
- Fish Tycoon
- Frantic Factory
- City Bloxx
- Harvest Moon


Enjoy it...


semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

My Bestfriend and Me

Ehm.. Aku akan membacakan puisi untu kalian, para sahabatku sekaligus fans ku... Dengarkan baik-baik ya..

Ini pertama kalinya aku menulis untuk kalian..

Atas nama cinta, cinta yang tak lekang oleh tempat dan waktu..

Kalian, yang tak ingin kusebut hanya teman biasa, juga tak akan pernah kuakui musuh luar biasa..

Bisakah aku hidup tanpa ada kalian?
Bisa. Karena sebelum aku bertemu kalian, aku memang hidup.
Tapi setelah aku bertemu kalian.. Yang terjadi adalah.. Aku benar-benar hidup.

Aku tidak sedang merayu ataupun menggombal..
Tapi hanya menulis apa yang kurasakan.

Kalau aku bilang kalian benar-benar cahaya kehidupanku atau pelita malamku, maka aku telah berbohong. Kalian bukan cahaya, tapi sinar. Sinar yang tidak sepanas cahaya dan tak sedingin malam.. Kalian konstan..

Terpaut waktu, sifat, dan juga rindu.. Semuanya terasa satu.. Kita bersama..

Kita tidak terikat kontrak harus bersama selamanya.. Kita fleksibel.
Kita bukan komunitas. Kita bisa menjadi mereka.


Demikian puisi yang sudah saya bacakan untuk kalian. Welll,mungkin memang aku kurang cocok untuk membaca puisi, aku tahu itu. Nanti deh, mungkin aku akan lebih baik untuk menyanyi... Tunggu tanggal mainnya, yah...

Akhir kata, aku cuma mau bilang, happy 'minggu tenang' yahhh.. Kalau kangen, datengin aja ke kos. Hehehe pede banget

Hanya berharap semoga kita dapatkan yang terbaik saat final nanti. Bukan hanya final test,tapi juga final dari segalanya.
Aaamin..

semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

My Father and Me

Ayahku bernama Mu..... Yang biasa kupanggil dengan Papah. Sebetulnya aku lebih akrab dengan Mamah dibanding beliau, tapii... tidak berarti aku tidak punya cerita bersama beliau..
Berikut ini contohnya:

2 Maret 2010 07.36am
Sampit town

"pa, ana yang bawa ya..." kataku sambil senyam senyum gajebo.
"kayak udh bisa aja!" wew... Gak percaya sm ank sndiri...

Selang beberapa menit... D jalan yg rada sepi kendaraan...
"km yang turun!"
"beres bos!" jawabku semangat...

Pindah posisi, aku d sayap kanan papa d sayap kiri... Halah... Ne ngapain seh...
"hayo masih ingat gak!" tantang beliau.
"ya dunkz..." jawabku dlm hati...

Injak porseneling dalem-dalem d kaki kiri... Kaki kanan siap-siap d posisi gas...
Jreng jreng...!!!
"lho? Koq gak jalan pa..." aku panik!
"lha wong km blm oper giginy. Ya mana bisa jalan..." protes beliau.
"oh iya ya..." meringis malu.

Oke... Porseneling sudah siap, gigi 1 sudah siap juga... Sekarang tinggal...
Tralala... Tancap gas...
"heh heh!"
"haduh apalagi ini?" tanyaku dalam batin...
"itu kenapa kaki kananmu d posisi rem?"
"hah?" aku cek ke bawah untuk memastikan... "oh... Rem-nya pindah d posisi tengah yah ternyata... Pantes!" kataku sedikit becanda untuk menimbun rasa malu, hehe... Gimana yah, jujur aku cuma ingat posisi porseneling saja...
"mbah mu!" jiah, beliau memangil mbok na sendiri... Hehe,
"hehehe... Ana lupa, pa... Maklum lah!" uhh... Hampir setengah tahun gak megang... Wajar lah... (membela diri sendiri!)
"gitu koq minta sim A!"
gedubrak... Brakz... Prang... Tuing...
Glek glek glek...


Hehehe. Aku memang pengen belajar mengendarai mobil, tapii.. kayaknya lebih jauh lebih sulit dibanding mengendarai BOM BOM car.

semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

My Mother and Me

Seperti puisi yang kutulis di postingan sebelumnya,
Puisi Untuk Ibunda
adalah merupakan penyampaian perasaanku pada beliau. Yah, sebetulnya itu mendadak dibuat, durasi 15 menit.. Gara-gara adikku yang ada tugas minta bikinkan puisi.
Sebenarnya, sudah dari pagi adikku minta tolong bikinkan puisi, tapi dari siang sore malam, aku bener-bener lupa. Dan baru saat hampir tengah malam jam 10 wita aku bikin... dan hasilny, ya gitu deh... kurang memuaskan, mungkin.

Ibuku bernama E... A..... Yang biasa kupanggil Mamah. Beliau hanya tamatan SMU, tapi lebih hebat mengoperasikan Microsoft Excel ketimbang aku. Tanggal lahir kita berbeda sehari loh, beliau tanggal 5 sedangkan aku 6. Aku mirip banget sama beliau, walaupun tidak dapat dipungkiri, Mamah lebih cantik. Tapi kami sama-sama suka membaca.
Oh ya, sebetulnya banyak cerita antara aku dan Mamah, cuma apa muat yah kalau diposting di sini? Saking banyaknya, hehehe. Well, mungkin bukan masalah kapasitasnya, tapi akunya ini sanggup apa enggak ya nulis beribu karakter? Oh, membayangkannya aja bikin sakit perut. Aku menyerah.

Seandainya aja perekam memori, tinggal aku duduk diam, dan alat itu akan bekerja untuk menyadap kenangan,,, Ah... ngaco, mana ada yang seperti itu.

Bismillah..
Dan ini adalah puisi untuk Mamah...


Mama... :)

Tak ada kata yang bisa mengukir indahmu..

Aku pun bukanlah pujangga yang sangup merangkai kata..

Aku hanya puterimu, yang haus kasih sayang..

Yang terkadang iri dengan adikku semata wayang,

Deng Bagus Yusuf, kau lebih diperhatikan rupanya..

(terdengar nada iri remang-remang dari kejauhan) hehe



Mama...

Rasa terimakasihku padamu ini, mungkin

tak sebanding dengan apa yang telah kauberi,

Semenjak aku masih dalam kandungan,

Dengan sabar Engkau membimbingku,

Dan sekarangpun aku masih perlu bimbinganmu..



Dari jauh sini, di kota kenangan mama & papa..

Kuutarkan rasa sayangku padamu,

Yang mungkin pernah kuungkapkan dengan lisan,

Namun belum genap dengan perbuatan..

Dengan terpaan angin sayang,

Dengan hembusan napas rindu,

Dengan segenap tangis bahagia,

Aku hanya ingin menuliskan,

“Mama, Kau cinta pertama dan Terakhirku”


Sekian.

Tapi, dalam dua tahun belakangan ini, sangat sedikit ceritaku bersama mamah... Mungkin karena aku berada di perantauan... Dan aku... kangen... Kengen Mamah... Kangen Rumah...
Hauaaaaaaauuuaaaa hiks hiks nangis darah

SABAR.

SABAR.

SABAR.

Akhir Juni aku pulang. Masih 25 hari lagi, tapi, aduhhh... Mamah...

Kalau saat ini, aku lagi menghadapi minnggu tenang. Karena minggu depan sudah UAS. Mah, minta doa restunya yaahhh...

semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

My Brother and Me

Well, adakah cerita khusus di antara kami berdua?

Tidak ada sebetulnya, hanya saja ku memang menyayangi adik ku ini, adik semata wayang.
Yang kadang ia membuatku iri, membuatku marah, membuatku tertawa, sedih, senang, menyebalkan, dan lain-lain.
Contohnya?

Iri?
wah, aku tahu ini bukanlah sikap yang baik, tapi... mau gimana lagi, tak dapat dipungkiri kalau aku akan benar-benar sangat iri ketika dia lebih disayang Mamah, atau lebih dimanja oleh Papah. Yah, kalau soal materi, mungkin aku tidak perlu iri karena kalau mau dikalkulasi, aku lah yang paling banyak mengeluarkan uang. Secara, kita kan beda 7 tahun dengannya...

Marah?
Hmmm.. Kapan ya? Rasanya kalau aku sedang berada di rumah, aku seperti mengekang dia untuk tidak begini dan begitu. Well, itu semua kulakukan untuk kebaikannya kok. Dan lagipula, aku tidak begitu suka kalau dia bermain ke renyal PS, bukan masalah duit, tapi juga KESEHATANnya... Bayangkan matanya apabila terlalu asyik dengan game, bisa-bisa dia terkena miopi (belajar dari pengalaman). Dan yang paling membuatku marah adalah, di sana merupakan kumpulan PEROKOK. Aku tidak mau dia terbiasa dengan asap rokok.

Tertawa?
Oh jelas, kadang secara tidak sadar, dia bisa membuatku senyum-senyum sendiri. Tadi malam contohnya, dia membuatku tertawa. Gini ceritanya, lewat sms..
Adik: Mba, ini nomor baru ku. Angga
Aku: Baru beli hape ya dek?
Adik: Iya
Aku: Merk apa dek?
Adik: hape BB.
Aku: HAh? Bohong..
Adik: Bener. BB belampu besenter.
Aku: hahahaha
Ada-ada aja dia..


Senang?
Kalau aku lagi bete, dan dia datang ngajak main kemah-kemahan, perang-perangan, atau segala jenis permainan yang cowok banget. Sebenarnya yang bikin seneng adalah, aku bisa tidur puas selama permainan itu berlangsung. hehehe

Nyebelin?
Sepertinya dia mulai menyebalkan pas mulai dewasa, udah bukan anak kecil lagi, kalau udah gitu, yawes jadi sering berantem..
Contohnya mungkin rebutan main PS 1, rebutan nonton TV (sebel banget kalau BOLA), dan pinjem hape lama-lama.

Tapi di luar dari semua hal di atas,

Adikku adalah yang terbaik, doaku padamu untuk saat ini adalah...

"Semoga adik selalu berbakti dengan orang tua, dan jangan sampai baligh sebelum menjadi anak yang sholeh."

Aamin

semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

EVALUASI EKONOMI TEKNIK

PERANCANGAN PABRIK METANOL DARI BATUBARA TAHUN PENDIRIAN 2015
Diajukan untuk memenuhi tugas besar Ekonomi Teknik Kimia

Disusun kembali oleh Kelompok 12:
Helda Niawanti (H1D109003)
Choir Muizliana (H1D109021)
Aslamiah (H1D109040)

BAB X EVALUASI EKONOMI
Perhitungan evaluasi ekonomi meliputi :
Modal Tetap (Fixed Capital Investment)
Biaya Produksi (Manufacturing Cost)
Biaya Produksi Langsung (Direct Manufacturing Cost)
Biaya Produksi Tidak Langsung (Indirect Manufacturing Cost)
Biaya Produksi Tetap (Fixed Manufacturing Cost)
Modal Kerja (Working Capital)
Pengeluaran Umum (General Expense)
Analisa Keuntungan
Analisa Kelayakan

Dalam analisa ekonomi, semua harga diperhitungkan sesuai dengan harga pada tahun evaluasi.
Data-data harga diambil dari :
Aries and Newton (1955)
Peters and Timmerhaus (1981)
Ulrich (1984)

Indeks harga yang digunakan adalah Chemical Plant Cost Index (CEP Index). Dengan data nilai CEP 171,255 (th 1955), 381,7 (th 1996), 386,5 (th 1997), 389,5 (th 1998), 390,9 (th 1999). Indeks harga pada tahun 2010 dapat dicari dengan menggunakan grafik untuk mencari persamaan indeks dan nilai indeks dapat dihitung. Grafik dapat dilihat seperti di bawah ini :

Gambar 1.1 Grafik Perbandingan indeks 2010
Y= 5,072x - 9746
= 5,072 (2010) - 9746
= 448,72
Pabrik direncanakan berdiri pada tahun 2015. Annual index pada tahun 2015 diperoleh dengan cara membuat grafik perbandingan antara tahun dan indeks harga alat seperti di bawah ini :

Gambar 1.2 Grafik Perbandingan indeks 2015

Indeks harga pada tahun 2015 dapat dicari dengan persamaan di bawah ini :
Y = 5,005 x – 9712
= 5,005 (2015) -9712
= 473,825
Perkiraan harga peralatan pada tahun evaluasi dihitung dengan persamaan berikut :
Harga alat pada tahun 2015 ...(1)
(Aries and Newton,1955)
dengan :
Ex = harga pada tahun X
Nx = indeks harga pada tahun X
Nilai tukar $ 1 = Rp 10000,-
Harga suatu alat untuk jenis yang sama dengan kapasitas yang berbeda dihitung dengan menggunakan rumus indeks, sebagai berikut :
EB = ...(2)
dengan :
EA = harga alat A
EB = harga alat B
NA = harga alat A
NB = harga alat B

PERHITUNGAN EVALUASI EKONOMI

Perhitungan pekerja berdasarkan pada :
95% pekerja Indonesia
5% pekerja asing
Upah pekerja Indonesia : Rp 10.000,-/man hour
Upah pekerja asing : $ 30/man hour
1 man hour asing : 3 man hour Indonesia
Nilai kurs $1 : Rp 10.000,-
Waktu kerja : 12 hour per day


MODAL TETAP (Fixed Capital Investment)

a.Harga alat
No. Nama alat Kode n Harga Satuan Harga Total
$ $
1 Reaktor Fludized Bed R-210 1 146.975,2944 146.975,2944
2 Reaktor Fixed Bed R-310 1 84.116,6896 84.116,6896
3 Menara Distilasi D-410 1 109.394,9357 109.394,9357
4 Absorber H2S D-210A 1 41.021,7150 41.021,7150
5 Absorber CO2 D-210B 1 56.210,8365 56.210,8365
6 Stripper D-210C 1 42.019,5405 42.019,5405
7 Tangki Hidrogen F-311 1 372.188,9115 372.188,9115
8 Tangki Gas Buang F-213B 1 158.765,1240 158.765,1240
9 Tangki Metanol F-415 1 21.918,9001 21.918,9001
10 Tangki benfield F-211C 1 12.084,7755 12.084,7755
11 Furnace Q-113 1 105.869,2856 105.869,2856
12 Heat exchanger (01) E-117 1 45.345,6255 45.345,6255
13 Heat exchanger (02) E-212A 1 95.236,9005 95.236,9005
14 Heat exchanger (03) E-212B 1 11.308,6890 11.308,6890
15 Heat exchanger (04) E-214C 1 24.391,2900 24.391,2900
16 Heat exchanger (05) E-312 1 11.308,6890 11.308,6890
17 Heat exchanger (06) E-313 1 11.308,6890 11.308,6890
18 Heat exchanger (07) E-414 1 13.304,3400 13.304,3400
19 Boiler E-416 1 11.308,6890 11.308,6890
20 Condenser E-411 1 13.082,6010 13.082,6010
21 Expander (01) G-116 1 27.611,7850 27.611,7850
22 Expander (02) G-211A 1 11.969,7997 11.969,7997
23 Expander (03) G-211B 1 13.304,3400 13.304,3400
24 Compressor (01) G-112 1 2.064,3900 2.064,3900
25 Compressor (02) G-212C 1 2.064,3900 2.064,3900
26 Pump (01) L-213C 1 1.579,0984 1.579,0984
27 Pump (02) L-413 1 1.130.8689 1.130.8689
28 Cyclone H-115 1 30.045,6345 30.045,6345
29 Filter udara H-111 1 38.249.9775 38.249.9775
30 Hopper F-114 1 11.826,0800 11.826,0800
Total PEC $ 1.417.612,9500

B. Harga peralatan utilitas
No. Nama Alat Jumlah Harga Satuan Harga Alat
$ $
1. Bak Pengendap 1 1.245,9620 1.245,9620
2. Tangki Penggumpal 1 66.504,9397 66.504,9397
3. Tangki Larutan Alum 1 8.313,1174 8.313,1174
4. Tangki Larutan Soda Abu 1 8.313,1174 8.313,1174
5. Clarifier 1 41.565,5873 41.565,5873
6. Tangki Pengaman 1 83.131,1745 83.131,1745
7. Saringan Pasir 1 5.819,1822 5.819,1822
8. Tangki Penampung Air 1 33.252,4698 33.252,4698
9. Tangki Demineralisasi 2 13.300,9879 26.601,9758
10. Tangki Larutan NaCl 1 3.325,2469 3.325,2469
11. Dearator 2 20.782,7936 41.565,5872
12. Tangki Kondensat 1 14.963,4608 14.963,4608
13. Tangki Klorinasi 1 8.313,1174 8.313,1174
14. Tangki Kaporit 1 2.660,1976 2.660,1976
15. Cooling Tower 1 83.131,1745 83.131,1745
16. Tangki Air Pendingin 1 83.131,1745 83.131,1745
17. Pompa Utilitas – 01 1 4.655,3457 4.655,3457
18. Pompa Utilitas – 02 1 4.655,3457 4.655,3457
19. Pompa Utilitas – 03 1 4.655,3457 4.655,3457
20. Pompa Utilitas – 04 1 4.655,3457 4.655,3457
21. Pompa Utilitas – 05 1 4.655,3457 4.655,3457
22. Pompa Utilitas – 06 1 1.222,0282 1.222,0282
23. Pompa Utilitas – 07 1 1.222,0282 1.222,0282
24. Pompa Utilitas – 08 1 1.222,0282 1.222,0282
25. Pompa Utilitas – 09 1 1.803,9464 1.803,9464
26. Pompa Utilitas – 10 1 1.105,6446 1.105,6446
27. Pompa Utilitas – 11 1 1.105,6446 1.105,6446
28. Pompa Utilitas – 12 3 5.528,2231 16.584,6693
29. Pompa Utilitas – 13 3 5.528,2231 16.584,6693
30. Pompa Utilitas – 14 3 4.597,1539 13.791,4617
31. Boiler – 01 1 116.383,6444 116.383,6444
32. Boiler – 02 1 69.830,1866 69.830,1866
33. Tangki Bahan Bakar 1 46.553,4578 46.553,4578
34. Pompa Bahan Bakar 1 2.493,9352 2.493,9352
35. Air Plants 1 17.457,5466 17.457,5466
36. Diesel, generator 1 116.383,6444 116.383,6444
37. Refrigeration 1 145.479,5556 145.479,5556
Jumlah $ 1.104.338,3050

Rp
Delivered Equipment Cost (DEC) = 16.515.190.870
Ongkos Instalasi = 7.006.535.685
Ongkos Pemipaan = 7.461.103.455
Ongkos Instrumentasi = 4.629.871.080
Ongkos Isolasi = 42.963.988.500
Ongkos Instalasi listrik = 1.567.361.295
Ongkos pembelian tanah dan perbaikan = 1.500.000.000,00
Ongkos pembuatan bangunan = 1.500.000.000
Utilitas = 2.324.484,328

PHYSICAL PLANT COST (PPC) = Rp 83.146.375.369
9. Engineering and Construction
( 20 % PPC ) = Rp 16.629.275.070
DIRECT PLANT COST (DPC) = Rp 99.775.650.430
10. Contractor`s fee ( 10 % DPC ) = Rp 9.977.565.043
11. Contingency ( 15 % DPC ) = Rp 14.966.347.560
FIXED CAPITAL COST (FCC) = Rp. 124.719.563.000

MODAL KERJA (Working Capital) Rp
1. Raw Material Inventory = 39.431.635.49
2. In Process Inventory = 96.765.936,46
3. Product Inventory = 2.902.978.094
4. Extended Credit = 8.637.203.937
5. Available Cash = 5.805.956.187
WORKING CAPITAL (WC) = 17.496.846.080
TOTAL CAPITAL INVESTMENT = WC + FCC
= Rp.142.216.409.100

BIAYA PRODUKSI (Manufacturing Cost)
Pabrik metanol ini beroperasi selama 24 jam sehari dan 330 hari dalam setahun.
Rp
Harga Bahan Dasar = 435.738.973
Buruh (operating labour) = 816.000.000
Supervisi = 163.200.000
Maintenance cost = 1.124.760.670
Plant Supplies = 1.683.714,101
Royalties and patent = 475.046,2166
Utilitas = 38.040.155.484

DIRECT MANUFACTURING COST = 40.745.213.880
Payroll overhead = 122.400.000
Laboratory = 81.600.000
Plant overhead = 408.000.000
Packaging and shipping = 3.800.369.732
INDIRECT MANUFACTURING COST = 4.412.369.732

13. Depreciation = 12.471.956.300
14. Property tax = 3.741.586.890
15. Insurance = 2.494.391.260
MANUFACTURING COST = 63.865.518.060

PENGELUARAN UMUM (General Expense)
1. Administrasi = 2.850.277.299
2. Sales Expense = 8.550.831.897
3. Research = 3.800.369.732
4. Finance = 3.369.233.564
General Expense (GE) = 18.570.712.490

Total Cost = MC + GE
= Rp. 82.436.230.550

ANALISA KEUNTUNGAN
Sales Price (Sa) = Rp 95.009.243.317
Total Cost = Rp 82.436.230.550 +
Keuntungan sebelum pajak = Rp 12.573.012.760
Pajak Pendapatan = 50 %
Keuntungan sesudah pajak = Rp 11.944.362.120

ANALISA KELAYAKAN

a. Percent Return of Investment (ROI)
ROI adalah kecepatan tahunan pengembalikan investasi (modal) dari keuntungan. Persamaan untuk ROI adalah:
Prb = ...(3)
Pra = ...(4)
dengan :
Prb = ROI sebelum pajak, dinyatakan dalam desimal
Pra = ROI setelah pajak, dinyatakan dalam desimal
Pb = Keuntungan sebelum pajak persatuan produksi
Pa = Keuntungan setelah pajak persatuan produksi
ra = Kapasitas produksi tahunan
If = Fixed capital investment
Besar kecilnya ROI bervariasi tergantung pada derajat resiko atau kemungkinan kegagalan yang terjadi. Untuk pabrik kimia yang beresiko rendah, ROI sebelum pajak minimum yang disyaratkan adalah 11 %.
ROI sebelum pajak = 10,081 %
ROI setelah pajak = 9,576 %

b. Pay Out Time (POT)
POT merupakan jangka waktu pengembalian investasi (modal) berdasarkan keuntungan perusahaan dengan mempertimbangkan depresiasi. Berikut adalah persamaan untuk POT :
POT sebelum pajak = ...(5)
= 3,73 tahun
POT setelah pajak = ...(6)
= 7,16 tahun

c. Break Even Point (BEP)
BEP merupakan titik perpotongan antara garis sales dengan total cost, yang menunjukkan tingkat produksi dimana sales akan sama dengan total cost. Pengoperasian pabrik di bawah kapasitas tersebut akan mengakibatkan kerugian dan pengoperasian pabrik di atas kapasitas produksi tersebut, maka pabrik akan untung. BEP dinyatakan dengan persamaan:
BEP = x 100% ...(7)

dengan :
Fa = Fixed expense tahunan pada produksi maksimum
Ra = Regulated expense tahunan pada produksi maksimum
Sa = Sales pada produksi maksimum
Va = Variable expense tahunan pada produksi maksimum

Fixed expense
Depreciation = Rp 12.471.956.300
Property tax = Rp 3.741.586.890
Insurance = Rp 2.494.391.260 +
Fa = Rp 18.707.934.450
Variable expense
Raw material = Rp 39.431.635,49
Royalties and patent = Rp 475.046,2166
Packaging, shipping = Rp 12.858.003.711
Utilities = Rp 2.324.484,328 +
Va = Rp 30.002.345.877
Regulated expense
Labor = Rp 816.000.000
Supervision = Rp 163.200.000
Maintenance = Rp 1.124.760.670
Plant supplies = Rp 1.683.714,101
Plant overhead = Rp 408.000.000
Payroll overhead = Rp 122.400.000
Laboratory = Rp 81.600.000
Administrations = Rp 2.850.277.299
Finance = Rp 33.690.233.564
Sales Expense = Rp 8.550.831.897
Research = Rp 3.800.369.732 +
Ra = Rp 51.609.356.880
BEP = 40,34 %

d. Shut Down Point (SDP)
SDP adalah suatu tingkat produksi dimana pada kondisi ini, menutup pabrik lebih menguntungkan daripada mengoperasikannya. Keadaan ini terjadi bila output turun sampai di bawah BEP dan pada kondisi dimana fixed expense sama dengan selisih antara total cost dan total sales. SDP dinyatakan dengan persamaan berikut :
SDP = x 100% ...(8)
= 7.97 %

e. Discounted Cash Flow (DCF)
Analisa kelayakan ekonomi dengan menggunakan DCF dibuat dengan mempertimbangkan nilai uang yang berubah terhadap waktu dan didasarkan atas investasi yang tidak kembali pada akhir tahun selama umur pabrik (10 tahun). Rate of return based on discounted cash flow adalah laju bunga maksimum dimana suatu pabrik (proyek) dapat membayar pinjaman beserta bunganya kepada bank selama umur pabrik. DCF didapat dengan trial and error dengan persamaan :
FCI + WC = C . ...(9)
dengan :
FCI = Fixed capital investment
= Rp 142.216.409.100
WC = Working capital
= Rp 17.496.846.080
C = Annual cash flow
= profit after tax + finance + depreciation
= Rp 27.785.551.980
SV = Salvage value (10% x FC)
= Rp 1.500.000.000
Dengan trial and error diperoleh i = DCF = 27,25 %

LAMPIRAN EVALUASI EKONOMI


Asumsi:
1 man hour asing = $ 3,00
1 man hour lokal = Rp. 10.000,00
Nilai Kurs $ 1 = 10.000
Waktu = 12 hours/day untuk 330 hari
Jumlah buruh asing : (instalasi) = 1 orang
(pemipaan) = 1 orang
(instrumentasi) = 2 orang
(isolasi) = 1 orang
(instalasi listrik) = 2 orang
Jumlah buruh indonesia : (instalasi) = 20 orang
(pemipaan) = 10 orang
(instrumentasi) = 25 orang
(isolasi) = 8 orang
(instalasi listrik) = 30 orang

Fixed Capital Cost
Harga Alat
Ongkos Import = 0,15 PEC
Pajak Masuk = 0,05 PEC
Transportasi ke lokasi = 0,05 PEC
Purcahased equipment cost (PEC) = $ 1.417.612,95






Tabel 1. Daftar Gaji Perusahaan
No. Jabatan Jumlah Gaji/bulan Total
Rp Rp
1 Direktur Utama 1 15.000.000,00 15.000.000,00
2 Direktur 3 10.000.000,00 30.000.000,00
3 Manajer 6 5.000.000,00 30.000.000,00
4 Kepala Saksi 12 4.000.000,00 48.000.000,00
5 Kepala Regu (shift) 20 3.000.000,00 60.000.000,00
6 Staf I 6 2.000.000,00 12.000.000,00
7 Staf II 16 2.000.000,00 32.000.000,00
8 Staf III 11 2.000.000,00 22.000.000,00
9 Operator & Keamanan 80 1.500.000,00 120.000.000,00
10 Pembantu Umum 10 1.000.000,00 10.000.000,00
Jumlah 165 376.000.000,00

Rp.
Purchased Equiptment Cost (PEC) = 14.176.129.500
Ongkos import = 2.126.419.425
Pajak masuk = 106.320.971,3
Transportasi ke lokasi = 106.320.971,3
Delivered Equipment Cost (DEC) = 16.515.190.870

Ongkos Instalasi Rp.
Material 0,11 PEC = 1.559.374.245
Labour 0,32 PEC = 4.536.361.440
Upah buruh Asing = 118.800.000
Upah buruh Indonesia = 792.000.000
Jumlah = 7.006.535.685


3. Ongkos Pemipaan Rp.
Material 0,49 PEC = 6.946.303.455
Upah buruh Asing = 118.800.000
Upah buruh Indonesia = 396.000.000
Jumlah = 7.461.103.455

4. Ongkos Instrumentasi Rp.
Material 0,24 PEC = 3.402.271.080
Upah buruh Asing = 237.600.000
Upah buruh Inndonesia = 990.000.000
Jumlah = 4.629.871.080

5. Ongkos Isolasi Rp.
Material 0,3 PEC = 42.528.388.500
Upah buruh Asing = 118.800.000
Upah buruh Indonesia = 316.800.000
Jumlah = 42.963.988.500

6. Ongkos Instalasi Listrik Rp.
Material 0,01 PEC = 141.761.295
Upah buruh Asing = 237.600.000
Upah buruh Inndonesia = 1.188.000.000
Jumlah = 1.567.361.295

7. Ongkos Pembelian Tanah Rp.
Luas Tanah 15.000 m2
Harga Tanah dan Perbaikan = 1.500.000.000,00

8. Ongkos Pembuatan Bangunan Rp.
Luas Tanah 5.000 m2
Harga Bangunan = 1.000.000.000,00
Harga Tanah dan Perbaikan = 500.000.000,00
Jumlah = 1.500.000.000

9. Ongkos Utilitas Rp.
Harga alat sampai di tempat = 1.104.338,3050
Harga alat yang di import = 906.691,3175
Harga transport 0,1 harga alat = 90.669,1317
Harga Pelabuhan 0,01 harga alat = 11.043,3830
Jumlah = 2.324.484,328

Jadi,
PHYSICAL PLANT COST (PPC) = Rp 83.146.375.369
10. Engineering and Constructioin 0,2 PPC
= Rp 16.629.275.070
DIRECT PLANT COST (DPC) = Rp 99.775.650.430
11. Contractor’s Fee 0,1 DPC
= Rp 9.977.565.043

12. Contingency 0,15 DPC = Rp 14.966.347.560

FIXED CAPITAL COST
DPC + Contractor’s Fee + Contingency = Rp. 124.719.563.000

WORKING CAPITAL
Raw Material Inventory Rp.
Kebutuhan Batubara untuk 15 hari
Biaya = (15/330) x Harga Raw Material = 14.510.288,77

Kebutuhan Hidrogen untuk 15 hari
Biaya = (15/330) x Harga Raw Material = 4.626.755,545

Kebutuhan untuk Katalis HTZ 15 hari
Biaya = (15/330) x Harga Raw Material = 84.564,00

Kebutuhan untuk Katalis Cu/Zn/Al 15 hari
Biaya = (15/330) x Harga Raw Material = 403.710,2273

Kebutuhan untuk Katalis Benefield 15 hari
Biaya = (15/330) x Harga Raw Material = 19.806.316,95
Jumlah = 39.431.635,49
In Process inventory
Lama bahan di dalam Proses ½ hari
Biaya = ½ hari x MC = Rp.96.765.936,46

Product inventory
Lama Penyimpanan 15 hari
Biaya = 15 hari x MC = Rp.2.902.978.094

Extended Credit
Berupa cadangan kredit untuk Customer selama 1 bulan
Biaya = Sales Value (Selama 1 bulan) = Rp. 8.637.203.937

5. Available Cash Rp.
Unruk pembagian gaji, servis dan material
Biaya = 1 bulan x MC = 5.805.956.187

WORKING CAPITAL (WC) = Rp. 17.496.846.080

TOTAL CAPITAL INVESTEMENT
TCI = WC + FCC = Rp.142.216.409.100


SALES
Kapasitas produksi metanol
Harga produk = $ 2.300
Annual produk = $ 6,085,424.3317
Annual sales = $ 3,415,500
Harga jual produk = $ 9.500.924,3317 = Rp. 95.009.243.317


MANUFACTURING COST
Pabrik ini beroperasi selama 24 jam sehari selama 330 hari dalam setahun

1. Harga bahan dasar (Rw material) Rp.
- Batubara = 319.226.353
- Hidrogen = 101.788.622
- Katalis HTZ = 1.860.408
- Katalis Cu/Zn/Al = 8.881.625
- Benefield = 3.981.965
Total biaya pembelian = 435.738.973

2. Buruh (Operating Labor)
Jumlah buruh ditentukan dengan menentukan kebutuhan operator untuk tiap alat (Ulrich, 1984).
Tabel 2. Jumlah Buruh pada setiap alat produksi
Alat Jumlah Unit Operator unit.shift Operator shift
Proses Produksi
Reaktor 2 2 4
Heat Exhanger 9 1 9
Adsorber 2 1 3
Stripper 1 1 1
Tangki 5 1 5
Jumlah Operator Proses 4
Laboran 2
Utilitas
Refrigerasi 1 1 1
Bengkel 1 2 2
Boiler 2 2 4
Generatir & Instrumen 1 1 1
Water treating 1 1 1
Jumlah 37

Labor cost Rp. 816.000.000
3. Supervisi Rp.
0,2 gaji buruh = 163.200.000

4. Maintenance cost
0,09 Fixed capital = 1.124.760.670

5. Plant Supplies
0,15 Maintenance = 1.683.714,101

6. Royalities and patent
0,05 harga jual produk = 475.046,2166

Tabel 3. Kebutuhan Utiliti
Komponen Kg/tahun Harga satuan (Rp) Biaya (Rp)
Alum 14,608.81 750 10956604.43
Na2CO3 2,848.72 1,500.00 4273075.8
Kaporit 3,960,000 2,500.00 9900000000
Resin cat. Exchanger 50,744.34 4,500.00 228349509.3
Resin an. Exchanger 42,465.80 5,000.00 212329016.5
NaCl 8,979.00 2,500,000 22447498750
NaOH 8,979.00 6,500.00 58363496.75
Fuel Oil 7,397,621.22 700 5178334857
Listrik 630 kw 5,017,405.38 0.01 50174.05378
Total biaya 38.040.155.484

DIRECT MANUFACTURING COST = Rp. 40.745.213.880

INDIRECT MANUFACTURING COST Rp.
Payroll overhead 15 % Labor cost = 122.400.000
Laboratory 10 % Labor cost =81.600.000
Plant overhead 50 % labor cost = 408.000.000
Packaging and shopping 4% sales price =3.800.369.732
Indirect /manufacturing Cost = 4.412.369.732

FIXED MANUFACTURING COST
Depresiasi 10 %FCC = 12.471.956.300
Property tax 3 % FCC = 3.741.586.890
Insurance 2 % FCC = 2.494.391.260
Fixed Manufacturing Cost = 18.707.934.450

MANUFACTURING COST (MC)
MC = DMC + IMC + FMC = 63.865.518.060

GENERAL EXPENSE (GE) Rp.
Administration 3 % sales Price = 2.850.277.299
Sales expense 9 % Sales Price = 8.550.831.897
Research 4 % Sales Price = 3.800.369.732
Finance (50 % WC + 20 % FCC)/10 = 33.690.233.564
Jumlah = 18.570.712.490
TOTAL PRODUCT COST
TPC = MC + GE = Rp. 82.436.230.550

ANALISIS PRODUCT COST
Profit before taxes = Sales Price – Total Product Cost
= 12.573.012.760
Pajak Pendapatan = 5 %
Profit after taxes = 11.944.362.120

Factor lang = (Fixed Capital)/(Purchased Equiptment Cost)

Factor lang = 8,7974

A. PERCENT RETURN ON INVESTEMENT (ROI)
ROI before taxes

ROIb = (Profit before texes)/(Fixed CApital Cost) x 100 %

ROIb = 10,081 %

ROIa = (Profit after texes)/(Fixed CApital Cost) x 100 %

ROIa = 9,576 %





B. PAY OUT TIME (POT)

POT BEFORE TAXES

POTb = (Fixed Capital Cost)/(Profit before texes-Depreciation)

POTb = 1.234,157

POT AFTER TAXES
POTa = (Fixed Capital Cost)/(Profit after texes-Depreciation)

POTa = 2.363,929

C. DISCONTED CASH FLOW
Asumsi Rp.
Umur pabrik 10 tahun
Depresiasi 10 % Fixed Capital Cost tiap tahun
Salvege value = harga tanah = Rp 1.500.000.000
Modal yang dipinjam = Rp 2.000.000.000

Annual Cost flow Rp
Profit after taxes = 11.944.362.120
Depresiasi = 12.471.956.300
Finance = 3.369.233.564
Total = 27.785.551.980


semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Soal Kimia Fisika 2

Diajukan untuk memenuhi tugas Kimia Fisika 2

Disusun Oleh : Kelompok 12
Helda Niawanti (H1D109003)
Choir Muizliana (H1D109021)
Dessy Triutami (H1D109034)

Soal
1. Seorang ilmuwan melakukan percobaan kimia fisika dengan langkah berikut :
Membuat campuran etanol-akuades dengan perbandingan:
Etanol (mL) = 25 : 12,5 : 6,25 : 0
Akuades (mL) = 0 : 12,5 : 18,75 : 25
Membuat campuran etanol-akuades dengan perbandingan:
Larutan I II III IV
Etanol (mL) = 200 : 150 : 100 : 0
Akuades (mL) = 0 : 50 : 100 : 200
2. Memasukkan larutan I ke dalam labu distilasi dan menyalakan pemanas mantel. Mencatat titik didih, menimbang distilat dan juga residu. Mengulangi prosedur 3 untuk larutan II, III, dan IV.
Dari langkah tersebut diatas kemudian diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan dengan Piknometer
No. Vetanol (mL) Vakuades (mL) metanol (gram) makuades (gram) mcampuran (gram)
I.
II.
III.
IV. 25
12,3
6,25
0 0
12,5
18,75
25 21,6
9,4
6,5
0 0
12,2
19,3
25,1 21,6
21,3
20
25,1
m Piknometer Kosong = 17,7 gram

Tabel 2.2 Hasil Pengamatan dengan Distilasi
No. Vetanol (mL) Vakuades (mL) mdestilat (gram) Vdestilat (gram) mresidu (gram) Vresidu (mL) Titik Didih(oC)
I.
II.
III.
IV. 200
150
100
0 0
50
100
200 224,7
179,4
196,2
180,7 62
2,1
22
4,1 288,2
330
357,61
382,5 103
135,5
161
183 71
81
85
100
m Labu Distilasi Kosong = 178 gram
m Labu Leher Tiga Kosong = 208 gram

Dari data tersebut, maka:
Hitung besar densitas akuades dan etanol sebelum dan sesudah distilasi!
Hitung besar fraksi mol akuades dan etanol!
Gambar grafik Hubungan antara fraksi mol dan titik didih pada etanol dan akuades!

Jawaban:
Menentukan Densitas Etanol
Sebelum Distilasi Campuran (25:0)
= 10 mL

Sesudah Distilasi
Tb = 71oC
pada suhu 35oC dengan kadar 96% adalah 0,78831 g/mL (sumber : Perry’s Handbook 7th Edition)
pada suhu 40oC dengan kadar 96% adalah 0,78388 g/mL (sumber : Perry’s Handbook 7th Edition)
Pada T = 71oC
T 35oC, = 0,78831 g/mL
T 40oC, = 0,78388 g/mL
Maka pada T = 71oC adalah (dengan interpolasi)





Pada Campuran 12,5 : 15,5
Sebelum Distilasi
= 9,4 mL

Sesudah Distilasi
Tb = 81oC
T 35oC, = 0,78831 g/mL
T 40oC, = 0,78388 g/mL
Maka pada T = 81oC adalah (dengan interpolasi)


Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2.3
Perbandingan (mL) Titik Didih
(oC) ρ
(g/mL)
Etanol Akuades
25
12,5
6,25
0 0
12,5
18,75
25 71
81
85
100 0,756
0,748
0,744
0,721
Menentukan Densitas Akuades
Pada Campuran (12,5 : 12,5)
Tb = 81oC
Pada T 0oC, = 0 g/mL
Pada T 20oC, = 0,998 g/mL
Maka :



Jadi, densitas air pada T = 81oC adalah g/mL
Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2.4


Menentukan Fraksi Mol Etanol dan Akuades




Contoh Perhitungan (12,5:12,5)





Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2.5
Vetanol (mL) Vakuades (mL) ρetanol (g/mL) ρakuades (g/mL) netanol (mol) nakuades (mol) Xetanol Xakuades
25
12,3
6,25
0 0
12,5
18,75
25 0,756
0,748
0,744
0 0
0,992
0,992
0,99 0,056
0,187
0,093
0 0
0,689
1,033
1,375 1
0,213
0,083
0 0
0,787
0,917
1

2. Benzena dan toluena adalah larutan yang mendekati bentuk larutan ideal. Pada suhu 300 K, po benzena = 32,00 mmHg dan po toluena = 104 mmHg. Larutan terdiri dari 5 mol benzena dan 7 mol toluena. Hitunglah tekanan total larutan pada fase liquid !
Jawab :
Diketahui : po 1 = 32,00 mmHg
po 2 = 104 mmHg
n1 = 5 mol
n2 = 7 mol
Ditanya : P?
Jawab :
x1 = n1/(n1+n2) = 5/(5+7) = 0,416
x2 = n2/(n1+n2) = 7/(5+7) = 0,584
P = po 2 + (po 1 - po 2) x1
= 104 mmHg + (32,00 mmHg -104 mmHg )0,416
= 104 mmHg + (-29,952)
= 77,048 mmHg


semoga manfaat ^^

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Jadilah SaMoNa (Sahabat Mom Anna)